HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika

Jurnal mengenai HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika. Download file format .pdf.

HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika
HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika

Keterangan:
Berikut ini beberapa catatan penting (kutipan teks/keterangan) dari isi Jurnal HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika.

Era persaingan global saat ini menuntut adanya suatu pembelajaran yang bermutu untuk memberikan fasilitas bagi anak didik dalam mengembangkan kecakapan, keterampilan dan kemampuan sebagai modal untuk menghadapi tantangan di kehidupan global. Kemampuan literasi matematika merupakan salah satu kemampuan abad 21 yang harus dimiliki setiap anak didik dalam menghadapi era persaingan global. Dalam PISA 2012 literasi matematika didefinisikan sebagai kemampuan individu dalam merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Literasi matematika dibutuhkan anak didik dalam menyelesaikan kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat dikatakan mampu menyelesaikan suatu masalah apabila mampu menelaah suatu pemasalahan dan mampu menggunakan pengetahuannya ke dalam situasi baru. Kemampuan ini dikenal juga sebagai HOTS (High Order Thinking Skills) atau keterampilan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu tujuan dari penulisan kajian ini adalah untuk memaparkan kaitan antara HOTS dalam pembelajaran dengan kemampuan literasi matematika.

Ilmu pengetahuan pada abad sekarang telah berkembang sesuai dengan tuntutan kehidupan yang juga ikut berkembang. Salah satu usaha untuk menghadapi tuntutan pada abad-21 adalah mengembangkan kemampuan atau keterampilan literasi seseorang yang dapat digunakan untuk menghadapi tantangan di kehidupan abad saat ini. Literasi merupakan kemampuan atau keterampilan dalam membaca, matematika dan sains. Di dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, diharapkan kemampuan peserta didik tidak hanya berhitung saja, akan tetapi diharapkan peserta didik dapat menggunakan matematika dalam menyelesaikan permasalahan di kehidupan sehari-hari.

Matematika merupakan ilmu yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, oleh karena itu penyajian materi matematika dalam pembelajaran sering dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari dengan tujuan agar peserta didik mampu menemukan konsep dan mengembangkan kemampuan matematikanya berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik. Peserta didik dikatakan mampu menyelesaikan suatu masalah apabila peserta didik tersebut mampu menelaah suatu permasalahan dan mampu menggunakan pengetahuannya ke dalam situasi baru. Kemampuan inilah yang biasanya dikenal sebagai High Order Thingking Skills. High Order Thingking Skills merupakan kemampuan untuk menghubungkan, memanipulasi, dan mengubah pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki secara kritis dan kreatif dalam menentukan keputusan untuk menyelesaikan masalah pada situasi baru. Berdasarkan uraian di atas, maka akan dibahas pada makalah ini mengenai High Order Thinking Skills dan kaitannya dengan kemampuan literasi matematika.

High Order Thinking Skills merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang dikembangkan dari berbagai konsep dan metode kognitif dan taksonomi pembelajaran seperti metode problem solving, taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran, pengajaran, dan penilaian (Saputra, 2016:91). High order thinking skills ini meliputi di dalamnya kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif, berpikir kritis, kemampuan berargumen, dan kemampuan mengambil keputusan. Menurut King, high order thinking skills termasuk di dalamnya berpikir kritis, logis, reflektif, metakognitif, dan kreatif, sedangkan menurut Newman dan Wehlage (Widodo, 2013:162) dengan high order thinking peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas. Menurut Vui (Kurniati, 2014:62) high order thinking skills akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan infromasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan mengaitkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan atau menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan.

Tujuan utama dari high order thinking skills adalah bagaimana meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta membuat keputusan dalam situasi-situasi yang kompleks (Saputra, 2016:91-92). 

Literasi merupakan jantung dari pendidikan, membangun lingkungan masyarakat sangatlah penting untuk mencapai tujuan untuk mengurangi kemiskinan, mengurangi angka kematian, membatasi pertumbuhan penduduk, dan mencapai kesetaraan gender. Oleh karena itu, komponen penting dari pencapaian tujuan tersebut adalah dengan membangun pendidikan literasi (UNESCO, 2013).

Literasi atau melek matematika didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam merumuskan, menggunakan dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks (Setiawan, 2014:245). Dalam PISA, literasi matematika didefinisikan sebagai berikut, “Mathematical literacy is an indivudual’s capacity to formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts and tools to describe, explain and predict phenomena. It assists individuals to recognizes the role that mathematics plays in the world and to make the well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and reflective citizens”.

Literasi matematika adalah kecakapan individu untuk memformulasi, menggunakan dan menjelaskan matematika dalam berbagai konteks. Termasuk didalamnya penalaran matematik dan menggunakan konsep, prosedur, fakta dan alat-alat matematika untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi suatu kejadian. Hal inilah yang memandu individu untuk mengenali peran matematika dalam kehidupan dan membuat penilaian yang baik serta pengambilan keputusan yang bersifat membangun dan reflektif.

Seiring dengan pendapat di atas, Ojose (2011) mendefinisikan literasi matematika sebagai suatu pengetahuan untuk mengetahui dan menerapkan dasar matematika dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian menurut De Lange (2006) literasi matematika merupakan tentang “masalah” di dunia nyata, artinya masalah ini tidak “murni” tentang matematika namun ditempatkan ke dalam suatu situasi. Ia juga menjelaskan bahwa literasi matematika mencakup spatial literacy, numeracy, dan quantitative literacy dimana ketiga hal ini saling berhubungan. Spatial literacy mendukung pemahaman terhadap dunia (tiga-dimensi), kemudian numeracy merupakan kemampuan untuk mengelola bilangan dan data dan untuk mengevaluasi pernyataan tentang masalah dan situasi konteks nyata, terakhir quantitative literacy merujuk pada kemampuan mengidentifikasi dan memahami penyataan kuantitatif dalam kehidupan sehari-hari. Ketika peserta didik harus “menyelesaikan” masalah di kehidupan nyata, maka peserta didik membutuhkan keterampilan dan kemampuan yang diperoleh di sekolah maupun pengalaman peserta didik itu sendiri, proses ini disebut sebagai matematisasi.
Proses matematisasi diawali dengan suatu masalah nyata, kemudian peserta didik mencoba mengindentifikasi permasalahan dan kaitannya dengan matematika, dan membentuk ke dalam konsep matematis untuk diselesaikan dan penyelesaian tersebut dikembalikan lagi ke konteks nyata.

High Order Thinking terjadi ketika peserta didik terlibat dengan apa yang mereka ketahui sedemikian rupa untuk mengubahnya, artinya siswa mampu mengubah atau mengkreasi pengetahuan yang mereka ketahui dan menghasilkan sesuatu yang baru. Melalui high order thinking peserta didik akan dapat membedakan ide atau gagasan secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah, mampu mengkonstruksi penjelasan, mampu berhipotesis dan memahami hal-hal kompleks menjadi lebih jelas, dimana kemampuan ini jelas memperlihatkan bagaimana peserta didik bernalar. Sama halnya dengan literasi, kemampuan literasi matematika dan high order thinking skills tidak hanya terbatas pada kemampuan berhitung saja, namun juga bagaimana menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari guna menyelesaikan suatu permasalahan, bagaimana mengkomunikasikannya, dengan demikian maka dapat dilihat bagaimana proses berpikir matematisasi peserta didik. PISA merupakan studi internasional yang mengkaji kemampuan berpikir siswa serta untuk mengetahui apakah siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari. Soal-soal PISA yang menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah dapat digunakan sebagai alat untuk melihat sejauh mana kempuan literasi matematika dan kemudian dapat diketahui apakah peserta didik tegolong dalam high order thinking atau low order thinking.
    Selengkapnya silahkan lihat preview Jurnal mengenai HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika, di bawah ini.


    File Preview:

    HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika



    Download:
    HOTS (High Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan Kemampuan Literasi Matematika.pdf

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel