Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI
4/10/2019
Berikut ini adalah arsip berkas Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI. Download file format .pdf.
Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI |
Baca juga beberapa berkas rekomendasi terkait dengan BK (Bimbingan Konseling):
Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) SMA
Contoh Silabus Prota Promes Bimbingan Konseling Kurikulum 2013 untuk SMA dan MA
Contoh Format Administrasi BK (Bimbingan Konseling)
Contoh RPL (Rencana Pelaksanaan Layanan) BK SMP Krikulum 2013
Contoh Program BK (Bimbingan Konseling) SMP Kurikulum 2013
Download Kumpulan Modul BK (Bimbingan dan Konseling)
Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada Sekolah Dasar merupakan landasan penting dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang diperlukan oleh setiap peserta didik untuk menjadi pembelajar yang sehat, cakap, dan percaya diri, serta siap melanjutkan studi. Dalampenyelenggaraan program bimbingan dan konseling di sekolah dasar, guru bimbingan dan konseling atau konselor bekerja dalam tim bersama guru kelas, kepala sekolah, orangtua, dan masyarakat untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dan berhasil.
Peserta didik sekolah dasar berada pada usia emas perkembangan dan merupakan masa membangun pengalaman belajar awal yang bermakna. Pada usia ini peserta didik berada pada masa peka dalam mengembangkan seluruh potensi dan kecerdasan otak mencapai 80%. Guru bimbingan dan konseling atau konselor dan guru kelas/mata pelajaran memiliki peran penting untuk memberikan ransangan yang tepat sehingga sel-sel otak berkembang dan berfungsi secara optimal untuk mendukung kematangan semua aspek perkembangan. Perkembangan yang optimal pada usia di Sekolah Dasar menjadi fondasi yang kuat bagi perkembangan pada tahap-tahap berikutnya. Pengalaman belajar awal yang menyenangkan dan bermakna bagi anak mendorong anak untuk memahami fungsi belajar bagi dirinya dan memotivasi untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Pada saat ini peserta didik hidup dalam masyarakat semakin heterogen, teknologi semakin canggih, dan kesempatan berkembang semakin luas. Peserta didik menghadapi tantangan-tantangan yang unik dan bervariasi, yang berdampak pada perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Untuk membantu peserta didik menjadi generasi penerus yang siap menghadapi kondisi tersebut, dibutuhkan dukungan orangtua, guru, guru bimbingan dan konseling atau konselor, serta orang-orang dewasa lain di sekitarnya.
Masa sekolah di Sekolah Dasar merupakan waktu yang baik bagi peserta didik untuk mengembangkan konsep diri dan perasaan mampu serta percaya diri sebagai pembelajar. Peserta didik mulai mengembangkan keterampilan mengambil keputusan, berkomunikasi, dan keterampilan hidup. Di samping itu, peserta didik juga mengembangkan dan menguasai sikap yang tepat terhadap sekolah, diri sendiri, teman sebaya, kelompok sosial, dan keluarga.
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari program pendidikan di sekolah yang seyogianya dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memiliki kompetensi yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Idealnya setiap sekolah dasar memiliki guru bimbingan dan konseling atau konselor. Guru bimbingan dan konseling atau konselor saling bahu-membahu dengan guru kelas dan guru mata pelajaran dalam membantu peserta didik mencapai perkembangan optimal. Pada kondisi belum ada guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat ditugaskan guru kelas terlatih untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.
Guru bimbingan dan konseling atau konselor di Sekolah Dasar dapat diangkat dengan cakupan tugas pada setiap sekolah atau di tingkat gugus sekolah untuk membantu guru mengembangkan potensi dan mengentaskan masalah peserta didik. Guru bimbingan dan konseling atau konselor di tingkat gugus berkantor di sekolah induk yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Dalam kondisi sekolah induk tidak memiliki ruang yang cukup, maka berkantor di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pendidikan atau unit pendidikan yang setingkat (Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014, Lampiran butir V.A).
Penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan efektif adalah mengintegrasikan tiga komponen sistem pendidikan yang meliputi komponen manajemen dan kepemimpinan, komponen pengajaran, serta komponen bimbingan dan konseling. Ketiga komponen tersebut memiliki wilayah garapan sendiri-sendiri yang saling melengkapi dalam upaya tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya disebutkan bahwa jenis guru berdasarkan sifat, tugas, dan kegiatannya meliputi guru kelas, guru mata pelajaran serta guru bimbingan dan konseling/konselor.
Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar memiliki keunikan dibandingkan di SMP atau SMA/SMK. Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dinyatakan bahwa pada satu Sekolah Dasar atau gugus/sejumlah Sekolah Dasar dapat diangkat guru bimbingan dan konseling atau konselor untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling. Posisi struktural untuk konselor belum ditemukan di Sekolah Dasar. Namun demikian, peserta didik usia Sekolah Dasar memiliki kebutuhan layanan sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga membutuhkan layanan bimbingan dari guru bimbingan dan konseling atau konselor meskipun berbeda dari ekspetasi kinerja konselor di jenjang sekolah Menengah. Sehingga, konselor juga dapat berperan secara produktif di jenjang Sekolah Dasar, bukan memosisikan diri sebagai fasilitator pengembangan diri peserta didik melainkan mungkin dengan memosisikan diri sebagai konselor kunjung yang membantu guru Sekolah Dasar mengatasi perilaku mengganggu.
Ketika Sekolah Dasar tidak/belum memiliki guru bimbingan dan konseling atau konselor maka layanan bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas sehingga materi- materi bimbingan dan konseling dapat dipadukan dengan materi ajar melalui pembelajaran tematik. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya bahwa untuk guru kelas, di samping wajib melaksanakan proses pembelajaran juga wajib melaksanakan program bimbingan dan konseling terhadap peserta didik di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
B. Landasan Perundang-undangan
Landasan perundang-undangan dari penyusunan panduan ini, yaitu:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
- 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan serta Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor;
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4941);
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang rogram Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan;
- Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Penyelenggaraan Pendidikan;
- Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Nasional Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2013 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 62 tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 tahun 2014 tentang Kegiatan Kepramukaan sebagai kegiatan ekstra kurikuler wajib pada pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 tahun 2014 tentangPemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 Tentang Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah;
- Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Sekolah.
C. Hakikat Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli dalam mencapai kemandirian. Bimbingan dan konseling merupakan komponen integral sistem pendidikan pada suatu satuan pendidikan berupaya memfasilitasi dan memandirikan peserta didik dalam rangka tercapainya perkembangan individu secara utuh dan optimal. Sebagai komponen integral, wilayah bimbingan dan konseling yang memandirikan secara terpadu bersinergi dengan wilayah layanan administrasi dan manajemen, serta wilayah kurikulum dan pembelajaran yang mendidik.
Sebagai komponen sistem pendidikan, bimbingan dan konseling memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian, dalam wujud kemampuan memahami diri dan lingkungan, menerima diri, mengarahkan diri, dan mengambil keputusan, serta merealisasikan diri secara bertanggung jawab, sehingga tercapai kehidupan yang damai, berkembang, maju, sejahtera, bahagian dunia akherat. Pemetaan layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan seperti tertera pada gambar 1, menampilkan dengan jelas kesejajaran antara posisi layanan bimbingan dan konseling dengan layanan manajemen dan kepemimpinan, serta layanan pembelajaran mata pelajaran. Artinya, bimbingan dan konseling tidak bersifat suplementer, tetapi komplementer saling mengisi di antara peran pendidik pada satuan pendidikan.
Bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan (SD, SMP, SMA, SMK) diselenggarakan untuk membantu peserta didik dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tugas perkembangan ini diantaranya meliputi: mencapai hubungan persahabatan yang matang, mencapai peran sosial sesuai jenis kelaminnya, menerima kondisi fisiknya dan menggunakannya secara efektif, mencapai kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, menyiapkan diri untuk hidup berumahtangga, menyiapkan diri untuk karirnya, mencapai seperangkat nilai dan sistem etika yang membimbing tingkahlakunya, dan mencapai tingkahlaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.
Pada penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar, guru bimbingan dan konseling atau konselor berperan membantu tercapainya perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir peserta didik. Pada satuan pendidikan ini, guru bimbingan dan konseling atau konselor menjalankan semua fungsi bimbingan dan konseling, yaitu fungsi pemahaman, fasilitasi, penyesuaian, penyaluran, adaptasi, pencegahan, perbaikan, advokasi, pengembangan, dan pemeliharaan. Meskipun guru bimbingan dan konseling atau konselor memegang peranan kunci dalam sistem bimbingan dan konseling di sekolah, dukungan dari kepala sekolah sangat dibutuhkan. Sebagai penanggung jawab pendidikan di sekolah, kepala sekolah bertanggung jawab terselenggarakannya layanan bimbingan dan konseling. Selain itu, guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah harus berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lain seperti guru kelas, guru mata pelajaran, wali kelas, komite sekolah, orang tua peserta didik, dan pihak-pihak lain yang relevan.
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah beserta lampirannya. Pasal 12 ayat 2 dan 3 Permendikbud tersebut disebutkan bahwa perlu disusun panduan operasional yang dalam hal ini pada satuan pendidikan Sekolah Dasar. Penyiapan panduan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, sehingga kepala sekolah, guru bimbingan konseling atau konselor, guru kelas dan guru mata pelajaran memiliki arah yang jelas dalam menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling di Sekolah Dasar.
D. Tujuan Penulisan Panduan
Panduan opersional ini bertujuan untuk memberi arah penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar. Secara khusus panduan ini bertujuan:
- memandu guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam memfasilitasi dan memperhatikan ragam kemampuan, kebutuhan, dan minat sesuai dengan karakteristik peserta didik/konseli;
- memfasilitasi guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melakukan tindaklanjut;
- memberi acuan guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengembangkan program layanan bimbingan dan konseling secara utuh dan optimal dengan memperhatikan hasil evaluasi dan daya dukung sarana dan prasarana yang dimiliki;
- memandu guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam menyelenggarakan bimbingan dan konseling agar peserta didik/konseli dapat mencapai perkembangan diri secara optimal, mandiri, sukses, sejahtera dan bahagia dalam kehidupannya;
- memandu guru kelas dan guru mata pelajaran dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling;
- memandu guru untuk bertanggung jawab terhadap tugas, mencintai tugas, dan mencintai peserta didik;
- memberi acuan bagi pemangku kepentingan penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
E. Pengguna Panduan
Panduan ini diperuntukkan bagi pemangku kepentingan layanan bimbingan dan konseling, yaitu:
1. Guru bimbingan dan konseling atau konselor
Guru bimbingan dan konseling atau konselor menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling berdasarkan panduan ini.
2. Guru Kelas dan Guru Mata Pelajaran
Guru kelas dan guru mata pelajaran menyelenggarakan kegiatan layanan bimbingan dan konseling berdasarkan panduan ini.
3. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah mendukung memfasilitasi penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling, mensupervisi, dan mengevaluasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah masing-masing.
4. Dinas Pendidikan
Kepala Dinas Pendidikan memberikan kebijakan yang mendukung penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah.
5. Pengawas Sekolah
Pengawas sekolah mensupervisi dan membina penyelenggaraan program pendidikan di sekolah, khususnya bimbingan dan konseling berdasarkan panduan ini.
6. Lembaga pendidikan yang menyiapkan calon guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Lembaga pendidikan yang menyiapkan calon guru bimbingan dan konseling atau konselor mengembangkan kurikulum untuk menyiapkan guru bimbingan dan konseling atau konselor.
7. Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Organisasi profesi memberikan dukungan dalam pengembangan keprofesian guru bimbingan dan konseling atau konselor
8. Komite Sekolah
Komite sekolah memberikan dukungan kebijakan, fasilitas dan dana untuk penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling.
9. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Jasmani dan Bimbingan dan Konseling (PPPPTK Penjas dan BK) menggunakan sebagai bahan sosialisasi, pelatihan, dan atau bimbingan teknis.
BAB II
PEMAHAMAN KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK/KONSELI
Peserta didik/konseli adalah subyek utama layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Guru bimbingan dan konseling atau konselor perlu memahami karakteristik peserta didik/konseli sebagai dasar pertimbangan dalam merancang dan melaksanakan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Oleh karena itu, pemahaman guru bimbingan dan konseling atau konselor, guru kelas dan guru mata pelajaran secara mendalam terhadap karakteristik peserta didik/konseli merupakan prasyarat yang harus dipenuhi guru bimbingan dan konseling atau konselor.
A. Karakteristik Peserta Didik/Konseli di Sekolah Dasar
Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar (SD) diartikan sebagai ciri-ciri yang melekat pada peserta didik di sekolah dasar yang bersifat khas dan membedakannya dengan peserta didik pada satuan pendidikan lainnya. Karakteristik peserta didik Sekolah Dasar yang perlu dipahami meliputi aspek-aspek berikut.
1. Aspek Fisik-Motorik
Perkembangan fisik peserta didik usia Sekolah Dasar dicirikan dengan beragam variasi dalam pola pertumbuhannya. Keberagaman ini disebabkan karena beberapa hal seperti kecukupan gizi, kondisi lingkungan, genetika, hormon, jenis kelamin, asal etnis, serta adanya penyakit yang diderita. Pada fase ini pertumbuhan fisik tetap berlangsung sehingga peserta didik menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat. Seiring dengan pertumbuhan fisiknya yang beranjak matang, maka perkembangan motorik peserta didik sudah dapat terkoordinasi dengan baik. Setiap gerakannya sudah selaras dengan kebutuhan atau minatnya, dapat menggerakan anggota badannya dengan tujuan yang jelas, seperti (1) menggerakan tangan untuk menulis, menggambar, mengambil makanan, serta melempar bola; dan (2) menggerakan kaki untuk menendang bola dan lari mengejar teman pada saat main kucing-kucingan. Fase atau usia sekolah dasar (7 – 12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu, usia ini merupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar.
2. Aspek Kognitif
Pada usia sekolah dasar, peserta didik sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti: membaca, menulis, dan menghitung atau CALISTUNG). Sebelum masa ini, yaitu masa prasekolah (usia Taman Kanak-kanak), daya pikir anak masih bersifat imajinatif, berangan-angan atau berkhayal, sedangkan pada usia sekolah dasar daya pikirnya sudah berkembang ke arah berpikir kongkrit dan rasional. Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut Piaget masa ini berada pada tahap operasi kongkrit, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan (mengelompokkan) benda-benda berdasarkan ciri yang sama, (2) menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan, dan (3) memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana. Kemampuan intelektual pada masa ini sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kepada anak sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan, seperti membaca, menulis, dan berhitung (CALISTUNG). Pada usia 11 tahun tahapan perkembangan kognitif memasuki tahap operasional formal ditandai dengan mampu berpikir abstrak, menalar secara logis dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Di samping itu, kepada anak juga sudah dapat diberikan dasar-dasar pengetahuan yang terkait dengan kehidupan manusia, hewan, lingkungan alam, lingkungan sosial budaya, dan agama. Untuk mengembangkan daya nalarnya, daya cipta, atau kreativitas anak, maka kepada anak perlu diberi peluang-peluang untuk bertanya, berpendapat, atau menilai (memberikan kritik) tentang berbagai hal yang terkait dengan pelajaran, atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya.
3. Aspek Sosial
Perkembangan sosial peserta didik usia SD ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group), sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas. Pada usia SD, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat kepada diri sendiri (egosentris) kepada sikap bekerjasama (kooperatif) atau mau memperhatikan kepentingan orang lain (sosiosentris). Anak mulai berminat terhadap kegiatan bersama teman sebaya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), merasa tidak senang apabila ditolak oleh kelompoknya dan dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik (seperti membersihkan kelas dan halaman sekolah), maupun tugas yang membutuhkan pikiran (seperti merencanakan kegiatan berkemah dan membuat laporan study tour). Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk menampilkan prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan bertanggung jawab.
4. Aspek Emosi
Pada usia Sekolah Dasar (khususnya di kelas-kelas tinggi, kelas 4, 5, dan 6), anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima, atau tidak disenangi oleh orang lain. Anak SD belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orangtua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan di lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau sehat. Sebaliknya apabila kebiasaan orangtua atau guru dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kontrol (seperti: marah-marah, mengeluh), maka perkembangan emosi anak, cenderung kurang stabil atau tidak sehat.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi positif seperti: perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengkonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif berdiskusi, mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya, apabila emosi yang menyertai proses belajar itu emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa, maka proses belajar tersebut akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajarnya.
Mengingat hal tersebut, maka guru Sekolah Dasar seyogianya mempunyai kepedulian untuk menciptakan suasana proses belajar-mengajar yang menyenangkan atau kondusif.
5. Aspek Moral
Penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis. Peranan lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan dalam perkembangan aspek moral. Pada mulanya anak melakukan perbuatan bermoral dari meniru (mengamati) kemudian menjadi perbuatan atas prakarsa sendiri karena adanya kontrol atau pengawasan dari luar, namun kemudian berkembang karena kontrol dari dalam dirinya.
Sampai usia 7 tahun, anak mulai memasukkan nilai-nilai keluarga ke dalam dirinya. Apa yang penting bagi orang tua juga akan menjadi penting baginya. Di sinilah orang tua dapat mengarahkan perilakunya, sehingga sesuai dengan aturan dalam keluarga. Dalam tahap inilah seorang anak mulai memahami bahwa apa yang mereka lakukan akan mempengaruhi orang lain.
Pada usia 7-10 tahun, campur tangan orang dewasa (orangtua, guru, dan sebagainya) tidak lagi terlalu ‘menakutkan’ buat anak. Anak mengetahui bahwa orang tua adalah sosok yang harus ditaati, tetapi anak juga tahu bahwa jika melanggar aturan harus memperbaikinya. Perasaan bahwa ‘ini benar’ dan ‘itu salah’ sudah mulai tertanam kuat dalam diri anak. Anak usia ini juga mulai memilah mana saja perilaku yang akan mendatangkan ‘keuntungan’ buat mereka.
6. Aspek Religius
Kepercayaan anak kepada Tuhan pada usia ini, bukanlah keyakinan hasil pemikiran, akan tetapi merupakan sikap emosi yang berhubungan erat dengan kebutuhan jiwa akan kasih sayang dan perlindungan. Oleh karena itu dalam mengenalkan Tuhan kepada anak, sebaiknya ditonjolkan sifat-sifat pengasih dan penyayang. Sampai kira-kira usia 10 tahun, ingatan anak masih bersifat mekanis, sehingga kesadaran beragamanya hanya merupakan hasil sosialisasi orang tua, guru, dan lingkungannya. Oleh karena itu pengamalan ibadahnya masih bersifat peniruan, belum dilandasi kesadarannya. Pada usia 10 tahun ke atas, semakin bertambah kesadaran anak akan fungsi agama baginya, yaitu berfungsi moral dan sosial. Anak mulai dapat menerima bahwa nilai-nilai agama lebih tinggi dari nilai-nilai pribadi atau nilai-nilai keluarga. Anak mulai mengerti bahwa agama bukan kepercayaan pribadi atau keluarga, tetapi kepercayaan masyarakat.
Periode usia Sekolah Dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Oleh karena itu, pendidikan agama di Sekolah Dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terkait, bukan hanya guru agama tetapi juga kepala sekolah dan guru-guru lainnya. Apabila pendidik telah memberikan suri tauladan kepada anak dalam mengamalkan agama maka pada diri anak akan berkembang sikap yang positif terhadap terhadap agama, dan pada gilirannya akan berkembang pula kesadaran beragamanya.
B. Tugas Perkembangan Peserta Didik/konseli Sekolah Dasar
Tugas perkembangan adalah serangkaian tugas yang harus diselesaikan peserta didik/konseli pada periode kehidupan/fase perkembangan tertentu. Tugas perkembangan bersumber dari kematangan fisik dan psikis, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai serta aspirasi individu. Keberhasilan peserta didik/konseli menyelesaikan tugas perkembangan membuat mereka bahagia dan akan menjadi modal bagi penyelesaian tugas-tugas perkembangan fase berikutnya mengarah pada kondisi kehidupan yang damai, berkembang, maju, sejahtera, dan bahagia dunia akherat. Sebaliknya, kegagalan peserta didik/konseli menyelesaikan tugas perkembangan membuat mereka kecewa dan atau diremehkan orang lain. Kegagalan ini akan menyulitkan/menghambat peserta didik/konseli menyelesaikan tugas-tugas perkembangan fase berikutnya.
Tugas perkembangan merupakan salah satu aspek yang harus dipahami guru bimbingan dan konseling atau konselor karena pencapaian tugas perkembangan merupakan sasaran layanan bimbingan dan konseling. Layanan bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk fasilitasi peserta didik/konseli mencapai tugas-tugas perkembangan. Tugas-tugas perkembangan peserta didik/konseli Sekolah Dasar adalah: 1) Memiliki kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) Mengembangkan ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan berhitung; 3) Mengembangkan kata hati, moral, dan dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku; 4) Mempelajari keterampilan fisik sederhana; 5) belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok sebaya; 6) Belajar menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mengendalikan diri; 7) Membangun hidup yang sehat mengenai diri sendiri dan lingkungan; 8) Mengembangkan konsep-konsep hidup yang perlu dalam kehidupan; 9)
Belajar menjalani peran sosial sesuai dengan jenis kelamin; 10) Memilih sikap hidup terhadap kelompok dan lembaga-lembaga sosial (Kartadinata dkk., 2002).
C. Keterkaitan Tugas Perkembangan dan Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik
Tugas perkembangan peserta didik/konseli yang telah teridentifikasi sebelumnya perlu dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk standar kompetensi. Dalam layanan bimbingan dan konseling, standar kompetensi tersebut dikenal dengan istilah Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD). Berbagai aspek perkembangan yang terdapat dalam SKKPD pada dasarnya dirujuk dari tugas perkembangan yang akan dicapai oleh peserta didik/konseli dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) tingkat Satuan Pendidikan SD.
Aspek-aspek perkembangan dalam SKKPD selanjutnya menjadi rumusan kompetensi yang dirujuk oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mempersiapkan rancangan pelaksanaan dari berbagai kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Rumusan kompetensi tersebut dikembangkan lebih rinci menjadi tugas-tugas perkembangan yang harus dicapai oleh peserta didik/konseli dalam berbagai tataran internalisasi tujuan, yaitu pengenalan, akomodasi, dan tindakan.
Yang dimaksud dengan tataran internalisasi tujuan, yaitu: 1) pengenalan, untuk membangun pengetahuan dan pemahaman peserta didik/konseli terhadap perilaku atau standar kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai; 2) akomodasi, untuk membangun pemaknaan, internalisasi, dan menjadikan perilaku atau kompetensi baru sebagai bagian dari kemampuan dirinya; dan 3) tindakan, yaitu mendorong peserta didik/konseli untuk mewujudkan perilaku dan kompetensi baru itu dalam tindakan nyata sehari-hari.
D. Teknik-teknik Pemahaman Peserta Didik/Konseli
Pemberian layanan bimbingan dan konseling harus didasari pemahaman terhadap peserta didik. Untuk memahami peserta didik, perlu dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan aplikasi instrumentasi. Aplikasi instrumentasi dapat dikelompokkan menjadi tes dan non tes.
1. Teknik tes
Teknik tes merupakan teknik untuk memahami individu dengan menggunakan instrumen tes terstandar. Guru bimbingan dan konseling atau konselor yang telah memiliki lisensi melalui pelatihan sertifikasi tes (misalnya yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Malang bekerjasama dengan ABKIN) dapat melakukan tes menggunakan instrumen yang telah dipelajari. Guru bimbingan dan konseling atau konselor hendaknya mampu memahami hasil tes, menginterpretasikan dan menyusun rekomendasi berdasarkan hasil tes.
Hasil tes yang lazim digunakan untuk keperluan bimbingan dan konseling antara lain hasil tes kecerdasan, tes bakat, tes minat, tes kepribadian, tes kreativitas, dan tes prestasi belajar. Guru bimbingan dan konseling atau konselor hendaknya dapat memanfaatkan hasil tes untuk keperluan bimbingan dan konseling.
2. Teknik non tes
Teknik non tes merupakan teknik untuk memahami individu dengan menggunakan instrumen yang terstandar dan tidak standar. Guru bimbingan dan konseling atau konselor dapat menggunakan instrumen non tes yang telah terstandar misalnya ITP (Inventori Tugas Perkembangan), AUM (Alat Ungkap Masalah), DCM (Daftar Cek Masalah), atau instrumen yang dikembangkan sendiri, seperti instrumen: motivasi belajar, sosiometri, identifikasi masalah-masalah (pribadi-sosial-belajar-karir) dan tingkat stress. Untuk menyusun instrumen non tes ini ditempuh langkah-langkah sebagaimana pengkonstruksian instrumen tes. Adapun langkah-langkah pengembangan meliputi: menetapkan tujuan pengungkapan data pribadi, menentukan aspek dan atau dimensi yang diukur, merumuskan definisi operasional, memilih cara pengukuran yang digunakan, merumuskan manual penggunaan instrumen, penyekoran dan pengolahan, serta interpretasinya dan instrumen dan lembar jawaban.
Sementara itu, apabila pada satu sekolah atau gugus tidak ada guru bimbingan dan konseling atau konselor, maka layanan bimbingan dilakukan oleh guru kelas. Kewajiban melaksanakan program bimbingan dan konseling terhadap peserta didik di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, guru kelas perlu memahami karakteristik peserta didik melalui teknik-tehnik yang sederhana dan mudah digunakan. Hasil pemahaman terhadap kondisi peserta didik dapat dianalisis sebagai dasar kebutuhan layanan bimbingan dan konseling. Adapun data dan teknik pengumpulan data yang dapat digunakan oleh guru kelas meliputi:
a. Hasil belajar
Melalui pengumpulan hasil belajar akan diperoleh data tentang prestasi belajar peserta didik. Hasil belajar diperoleh dari tes hasil belajar yang dilakukan oleh guru.
b. Observasi
Observasi merupakan teknik untuk mengamati suatu keadaan atau perilaku yang tampak. Untuk melakukan observasi perlu disusun pedoman observasi, sebagai acuan melakukan pengamatan. Data yang dapat diperoleh melalui observasi misalnya: hubungan sosial, aktivitas belajar, kedisiplinan, dan keterlibatan dalam memelihara kebersihan lingkungan kelas atau sekolah.
c. Wawancara
Wawancara merupakan teknik mengumpulkan data melalui komunikasi langsung dengan responden, dalam hal ini bisa peserta didik, orang tua, teman-teman atau orang lain yang diminta keterangan tentang peserta didik. Dalam melakukan wawancara, perlu disiapkan pedoman wawancara yang berisikan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan. Data yang dapat diperoleh melalui wawancara misalnya: hubungan teman sebaya, kebiasaan belajar di rumah, interaksi dan komunikasi dalam keluarga, kegemaran bermain game.
d. Angket
Angket merupakan alat pengumpul data dengan cara menyebarkan serangkaian pertanyaan tertulis yang harus dijawab secara tertulis pula. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden (peserta didik). Data yang diperoleh melalui angket misalnya: motivasi belajar, kebiasaan belajar, identitas diri dan keluarga, riwayat kesehatan.
e. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data melalui dokumen tertulis maupun elektronik terkait dengan peserta didik. Dokumen itu misalnya raport, catatan prestasi, buku penghubung, legger, keterangan tentang keluarga, dan sebagainya.
f. Catatan anekdot
Catatan anekdot adalah kumpulan catatan yang dilakukan secara insidentil tentang perilaku atau peristiwa khusus yang ditunjukkan atau dilakukan peserta didik.
Peserta didik merupakan individu yang sedang berkembang sesuai tahap perkembangan, berada dalam lingkungan pendidikan dan lingkungan kehidupan sehingga mengalami perubahan perilaku baik akademik maupun non akademik. Implikasinya untuk memahami peserta didik perlu mengumpulkan data secara terus menerus sehingga data yang diperoleh selalu terbaharui.
Informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai instrumen diolah sesuai prosedur (langkah-langkah) sehingga menjadi data untuk ditafsirkan dan dimanfaatkan untuk memahami peserta didik. Data tersebut diarsipkan dalam kelompok jenis data sehingga menjadi himpunan data yang mudah akses. Himpunan data yang lengkap dan selalu diperbaharui akan sangat membantu keterlaksanaan layanan bimbingan dan konseling maupun layanan pendidikan di sekolah.
E. Pemanfaatan Data Hasil Asesmen untuk Memahami Peserta Didik/Konseli
Data hasil pemahaman terhadap karakteristik peserta didik/konseli dapat digunakan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor untuk:
1. Membuat profil individual setiap peserta didik/konseli.
Berdasarkan data hasil asesmen maka setiap peserta didik/konseli dapat disusun profil yang menggambarkan tentang identitas diri peserta didik, karakteristik tugas perkembangan, klasifikasi kecerdasan, bakat, minat, motivasi belajar, kesiapan belajar, kemampuan hubungan sosial, kematangan emosi, prestasi akademik dan non akademik yang dimiliki, latar belakang keluarga-sekolah-masyarakat dan lain-lain, serta gambaran tentang kelebihan dan kelemahan setiap peserta didik/konseli.
2. Membuat profil kelas.
Berdasarkan data individual peserta didik/konseli tersebut, maka dikembangkan profil kelas, sehingga tiap kelas memiliki profilnya sendiri-sendiri. Profil sebaiknya dituangkan ke dalam bentuk matrik, misalnya dalam format landscape excel, atau dalam bentuk grafik sehingga semua data dapat dimasukkan. Dengan profil kelas ini dapat diketahui kedudukan peserta didik/konseli dalam kelasnya. Profil akan menggambarkan variasi kebutuhan layanan bimbingan dan konseling yang meliputi: bimbingan dan konseling pribadi, sosial, belajar, dan karir.
3. Menyusun rancangan program layanan bimbingan dan konseling.
Berdasarkan profil individual dan kelas disusun rancangan program layanan bimbingan dan konseling. Aktivitas bimbingan dan konseling dirancang untuk dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan berkolaborasi dengan staf sekolah lainnya terutama guru kelas. Rancangan program menjadi panduan bagi guru bimbingan dan konseling atau konselor untuk melaksanakan layanan bimbingan dan konseling.
Sementara itu, apabila guru kelas yang melakukan pemahaman karakteristik peserta didik, maka data hasil pemahaman karakteristik peserta didik tersebut dapat digunakan oleh guru kelas untuk:
- Memadukan materi bimbingan dan konseling (termasuk bimbingan karir) dalam proses pembelajaran sesuai tema.
- Memilih metode dan media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik.
- Melakukan remedial teaching berdasarkan data kesulitan belajar.
- Memperlakukan peserta didik sesuai dengan keunikannya masing-masing (pendidikan inklusif).
- Membangun komunikasi yang empatik dengan peserta didik.
- Menampilkan diri sebagai role model bagi peserta didik dalam berakhlak mulia.
- Memberikan apresiasi dan penguatan kepada peserta didik yang berprestasi.
- Mengidentifikasi, mendiagnosa, menentukan alternatif bantuan yang mungkin dilakukan serta memberikan bantuan pada peserta didik yang memiliki masalah.
- Melakukan referal atau alih tangan untuk penyelesaian masalah peserta didik kepada ahli yang lebih berwenang.
Download Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI
Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI ini silahkan lihat pada file preview dan download file pada link di bawah ini:
Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI
Download File:
Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD, DITJEN GTK.pdf
Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Panduan Operasional Penyelenggaraan BK (Bimbingan dan Konseling) untuk SD MI. Semoga bisa bermanfaat.