Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA

Berikut ini adalah berkas Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA. Download file format PDF.

Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA
Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA

Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA:

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Hal itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2015-2019 yang digunakan sebagai pedoman tahunan dalam perencanaan dan pengendalian pembangunan pendidikan dan kebudayaan. Salah satu tujuan strategi yang dimuat adalah Peningkatan Kepastian Akses Pendidikan Menengah yang Bermutu dan Relevan dengan Kebutuhan Masyarakat. Strategi tersebut difokuskan pada penguatan pelaku pendidikan yaitu siswa, guru, kepala sekolah, orangtua, dan pemimpin institusi pendidikan dalam ekosistem pendidikan. Kebijakan itu diarahkan pada penguatan perilaku yang mandiri dan berkepribadian Sekolah Menengah Atas adalah jenjang pendidikan menengah yang dirancang untuk menyiapkan peserta didik melanjutkan ke pendidikan tinggi. Namun pada kenyataannya tidak semua lulusan Sekolah Menengah Atas melanjutkan ke pendidikan tinggi, dan tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk menghadapi tantangan hidup di masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam berwirausaha. Penyebabnya adalah pola pikir yang berorientasi menjadi pegawai atau pencari kerja yang harus diubah menjadi wirausahawan yang dapat menciptakan lapangan kerja. Perilaku tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi berbagai perkembangan, tantangan, dan persaingan dalam era globalisasi.

Struktur Kurikulum 2013 SMA memuat mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan yang memberikan pemahaman dasar tentang kemampuan berwirausaha kepada peserta didik. Melalui pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan peserta didik dapat mempelajari teori dan nilai-nilai kewirausahaan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata melalui praktik, baik yang terintegrasi dalam mata pelajaran maupun yang dilaksanakan diluar mata pelajaran atau kegiatan ekstrakurikuler. Oleh sebab itu Pemerintah mencanangkan program Kewirausahaan di SMA yang diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk menjadi kreatif dan mandiri, serta mulai tergerak dan berani membuka usaha sendiri.

Pedoman Implementasi Program Kewirausahaan di SMA disusun sebagai pedoman untuk memahami dan mengembangkan program kewirausahaan di SMA.

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang

Berdasarkan data Global Entrepreneurship Index (GEI) 2018, Indonesia termasuk ke dalam daftar 8 negara dengan penurunan skor GEI terbesar dibandingkan tahun sebelumnya. Hasil pengukuran ini didasarkan pada 14 pilar yang dikelompokkan ke dalam 3 sub-index yaitu sikap kewirausahaan, kemampuan kewirausahaan, dan gagasan kewirausahaan. Termasuk di antara pilar tersebut adalah menangkap peluang (Pillar 1), kemampuan memulai (Pillar 2), inovasi produk (Pillar 10), dan inovasi proses (Pillar 11). Pada 2018, Indonesia berada di peringkat 94 yang masih di bawah beberapa negara ASEAN seperti Singapura (27), Malaysia (58), Thailand (71), Filipina (84), dan Vietnam (87) (Acs et al., 2018).

Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang lebih kreatif dan produktif. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah mempersiapkan insan Indonesia untuk memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warganegara yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan peradaban dunia. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, Kemendikbud telah menjabarkannya melalu langkah strategis dalam implementasi Kurikulum 2013.

Tujuan Kurikulum 2013 akan lebih tercapai ketika peserta didik memiliki jiwa dan ketrampilan kewirausahaan, mereka akan menjadiwarganegara yang produktif, kreatif dan inovatif yang dilandasi nilai-nilai karakter bangsa dan mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat.

Rancangan Kurikulum 2013 merupakan implementasi kecakapan abad 21 atau diistilahkan dengan 4C (Critical Thinking, Creativity, Collaboration dan Communication). Integrasi capaian kemampuan tersebut dirumuskan terutama dalam mata pelajaran Kewirausahaan dalam Kurikulum 2013. Sejak tahun 2016, Direktorat Pembinaan SMA telah melakukan penguatan program kewirausahaan dengan memberikan dana bantuan untuk beberapa sekolah yang menyebar di 34 provinsi. Kemudian pada tahun 2018 Direktorat Pembinaan SMA telah melakukan evaluasi dan supervise pada sekolah tersebut.

Hasil supervisi pada sekolah pelaksa- na program kewirausahaan dan penerima dana bantuan program kewirausahaan yang dilakukan pada tahun 2018 menunjukkan hasil sebanyak 97,14% peserta didik sudah menunjukkan kreativitasnya dengan menggunakan kearifan budaya lokal, hanya 2,86% peserta didik yang harus diberikan pembinaan dalam meningkatkan kreativitas. Hal ini menunjukkan adanya potensi besar dari program kewirausahaan di sekolah bagi pengembangan jiwa kewirausahaan peserta didik. Permasalahan tersebut cukup beragam, mulai dari sekolah yang belum siap menjalankan program, tidak mengoptimalkan potensi lokal, terlalu berorientasi pada produk. Atas dasar hasil supervisi tersebut, pelaksanaan program kewirausahaan perlu dioptimalkan dan dilakukan penyempurnaan, baik dalam proses penentuan pienerima bantuan maupun pelaksanaan program kewirausahaan.

Proses pengembangan kewirausahaan dilaksanakan dengan berbasis provinsi wilayah dan memperkuat kolaborasi ekosistem Asosiasi, Bisnis, Komunitas, Pemerintah dan Media (ABCGM). Selanjutnya pendidikan program kewirausahaan memperkenalkan pola-pola berpikir wirausaha dan perencanaan bisnis.

B. Tujuan

Program kewirausahaan dimaksudkan sebagai salah satu upaya memberi bekal kepada peserta didik agar mereka memahami konsep kewirausahaan, memiliki karakter wirausaha, mampu memanfaatkan peluang, dan mendapatkan pengalaman langsung berwirausaha, serta terbentuknya lingkungan sekolah yang berwawasan kewirausahaan.

Selanjutnya program Kewirausahaan di SMA adalah sekolah yang diharapkan dapat berperan dalam mengembangkan dan membudayakan nilai-nilai kewirausahaan dengan tujuan antara lain:
  1. Meningkatkan daya inisiatif sekolah untuk mengembangkan program kewirausahaan;
  2. Memperkuat pendidikan karakter peserta didik melalui program kewirausahaan di SMA;
  3. Memperkuat aspek kreatifitas dan literasi dalam ber wirausaha;
  4. Mendorong sekolah untuk mengembangkan pribadi peserta didik yang memiliki karakter wirausaha;
  5. Mengoptimalkan pendayagunaan potensi sumberdaya sekolah, keunggulan lokal dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan kewirausahaan;
  6. Mendorong sekolah untuk menjalin kemitraan dengan ekosistem ABCGM dalam mengembangkan program kewirausahaan;
  7. Mengembangkan praktik-praktik terbaik penyelenggaraan program kewirausahaan berbasis keunggulan lokal yang dapat dirujuk sekolah lain;

C. Hasil Yang Diharapkan

Program Kewirausahaan di SMA diharapkan terbentuk lingkungan sekolah yang berwawasan kewirausahaan agar:
  1. Terbentuknya jiwa-jiwa entrepreneur pada peserta didik;
  2. Kreativitas dan literasi dalam ber wirausaha meningkat;
  3. Daya inisiatif sekolah untuk mengembangkan program kewirausahaan meningkat;
  4. Pendayagunaan potensi sumberdaya sekolah, keunggulan lokal dan masyarakat meningkat secara optimal;
  5. Kemitraan dengan ekosistem ABCGM terjalin dalam mengembangkan program kewirausahaan terjalin;
  6. Terbentuknya praktik-praktik terbaik (best practices) penyelenggaraan program kewirausahaan berbasis keunggulan lokal yang dapat dirujuk sekolah lain;

Bab II Konsep dan Pendekatan Kewirausahaan

A. Konsep Wirausaha dan Kolaborasi

Kewirausahaan (entrepreneurship) adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup dan cara memperoleh peluang dengan berbagai risiko yang dihadapinya. Sebagai suatu disiplin ilmu, Kewirausahaan adalah hasil dari proses yang disiplin, sistematis dalam menerapkan kreatifitas dan inovasi berdasarkan kebutuhan dan kesempatan yang ada di pasar (Zimmerer, 1996). Dalam pengertian tersebut terdapat dua hal penting bagi pendidikan Kewirausahaan yaitu pertama kemampuan mengidentifikasi kebutuhan dan kesempatan yang ada di pasar, dan kedua kemampuan mengembangkan kreatifitas dan inovasi untuk memenuhi kebutuhan dan kesempatan pasar tersebut.

Untuk SMA di daerah tertentu, kebutuhan dan kesempatan pasar adalah kemampuan mengidentifikasi kebutuhan pembeli di wilayah tersebut sedangkan kreatifitas dan inovasi dapat berupa mengembangkan produk yang sudah ada menjadi sesuatu yang baru dalam kualitas atau pun pengemasan atau produk yang belum ada di daerah tersebut atau diambil dari daerah lain. Proses pengembangan wirausaha berbasis pada penguatan potensi lingkungan sekitar ini perlu melakukan proses kolaborasi (kerja sama) antar stakeholder ekosistem kewirausahaan.

B. Pendekatan Wirausaha Kreatif
Menurut Suryana (2013:15), kreativitas adalah kemampuan mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan peluang. Sementa- ra itu, inovasi adalah kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan masalah dan menemukan peluang. Sesuatu yang baru dan berbeda dapat diciptakan oleh wirausahawan, seperti proses, metode, barang, dan jasa.

Sesuatu yang baru dan berbeda inilah yang merupakan nilai tambah dan keunggulan. Keunggulan adalah daya saing, dan daya saing adalah peluang untuk meraih sukses. Dengan kreativitas, wirausahawan dapat melihat sesuatu yang lama dan berpikir sesuatu yang baru serta berbeda.

Dengan demikian, rahasia kewirausahaan sebenarnya terletak pada kreativitas dan inovasi untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Kesuksesan berwirausaha akan tercapai apabila seseorang berpikir kreatif dan inovatif menciptakan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama dengan cara-cara baru.

Namun demikian, nilai kebaruan saja tidaklah cukup untuk mendefinisikan suatu produk kreatif. Agar suatu produk – termasuk barang atau jasa – dikatakan sebagai produk kreatif, maka produk tersebut juga harus mampu menyelesaikan suatu masalah atau memenuhi suatu kebutuhan serta mampu memadukan unsur-unsur yang berbeda secara estetis melalui penyempurnaan berkelanjutan (Besemer, 1998). Oleh karenanya, dalam pengembangan suatu produk yang kreatif, atau yang disebut  juga sebagai inovasi, pemahaman atas masalah calon konsumen menjadi tidak tergantikan. Hal terlihat dalam pendekatan-pendekatan pemecahan masalah secara kreatif mengacu pada Alex Osborn, seperti CPS versi 6.1 (Treffinger & Issaksen, 2005) maupun penerapan kaidah-kaidah desain dalam pengembangan produk baru sebagaimana yang dikenal sebagai model Design Thinking (Brown, 2009).

1. Pengembangan STEAM Entrepreuner

Kesadaran akan pentingnya keterkaitan bidang pekerjaan dan pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika) telah mulai muncul di kalangan pakar pendidikan di Indonesia, sehingga tema-tema pendidikan STEM telah banyak dikaji dalam konteks Indonesia (Kemendikbud, 2018). Pendekatan STEM dalam pembelajaran berkembang dengan mengintegrasikan beberapa bidang ilmu untuk mempelajari berbagai konsep akademik dan menempatkannya pada relevansi konteks kehidupan sehari-hari. Pembelajaran STEM mengelaborasi prinsip-prinsip sains, matematika, rekayasa, dan teknologi, yang menghubungkan antara sekolah, komunitas, pekerjaan, dan dunia global dengan berbasis pada keterampilan dan pemahaman konstekstual siswa melalui beberapa metode pembelajaran.

Sebagai komponen dari STEM, sains adalah kajian tentang fenomena alam yang melibatkan pengamatan dan pengukuran sebagai wahana untuk menjelaskan secara obyektif alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa mata pelajaran utama dari sains pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni fisika, biologi, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (IPBA).

Teknologi merujuk pada inovasi-inovasi manusia yang digunakan untuk memodifikasi alam agar memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga membuat kehidupan lebih nyaman dan lebih aman. Teknologi menjadikan manusia dapat melakukan perjalanan secara cepat, berkomunikasi langsung dengan orang di tempat yang berjauhan, memperoleh makanan sehat, dan alat-alat keselamatan. Rekayasa merupakan pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh dan mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk mendesain dan mengkonstruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses yang bermanfaat bagi manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan.

Selanjutnya, matematika berkenaan dengan pola-pola dan hubungan-hubu- ngan, dan menyediakan bahasa untuk teknologi, sains, dan rekayasa. Tujuan Pendidikan STEM menjadi bermakna pada penguatan pendidikan dalam bidang-bidang STEM secara terpisah, dan sekaligus lebih mengembangkan pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknonogi, rekayasa, dan matematika, dengan memfokuskan proses pendidikan pada pemecahan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan STEM memberi pendidik peluang untuk menunjukkan kepada peserta didik betapa konsep, prinsip, dan teknik dari STEM digunakan secara terintegrasi dalam pengembangan produk, proses, dan sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, definisi pendidikan STEM diadopsi sebagai pendeka tan interdisiplin pada pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis STEM peserta didik menggunakan sains, teknologi, rekayasa, dan matematika dalam konteks nyata yang menghubungkan sekolah, dunia kerja, dan dunia global guna mengembangkan literasi STEM yang memungkinkan peserta didik mampu bersaing dalam era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan.

Identifikasi kriteria dan klasifikasi pembelajaran STEM di tingkat sekolah dan kelas, penting dalam rangka mencari bentukan model pembelajaran yang efektif dalam menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap menyongsong masuknya beragam perubahan sebagai salah satu akibat arus revolusi 4.0. Pendekatan STEM dalam pembelajaran tidak hanya diejawantahkan pada ragam penerapan pembelajaran tanpa mempertimbangkan ketercapaian kompetensi serta penguasaan siswa terhadap konsep dasar tetapi terutama untuk pembiasaan berpikir tingkat tinggi.

2. Model Design Thinking

Model Design thinking adalah metodologi pendekatan disain yang menyajikan pendekatan solusi untuk memecahkan masalah. Hasso Platner Institute Dt’s School Standford menyajikan model Design thinking sebagai berikut. Proses Design thinking akan lebih efektif untuk dilakukan dalam kelompok dengan keragaman disiplin ilmu dan kecenderungan cara berpikir yang tinggi sehingga menghasilkan pikiran yang utuh. Patut untuk dicatat bahwa kenginan pelanggan adalah kriteria yang lazim untuk dijadikan sebagai pijakan awal dalam pengembangan solusi. Untuk mengawalinya, proses mengenali selera konsumen merupakan langkah awal dimana pemahaman atas konsumen diperoleh. Selanjutnya, sudut pandang yang digunakan dalam pemecahan masalah serta batasan atas masalah dirumuskan dengan jelas. Kemudian, proses pengumpulan ide menggunakan curah gagasan dilakukan guna mengembangkan berbagai alternatif sudut pandang.

Untuk melihat bagaimana gagasan atau solusi potensial tersebut diimplementasikan, membuat purwarupa dan mengujinya memiliki peran yang sangat penting dalam proses perbaikan berkelanjutan. Salah satu bentuk pengujian atas solusi dapat dilakukan dengan meminta calon konsumen menyelesaikan sebuah tugas menggunakan purwarupa tersebut dalam lingkungan nyata untuk melihat berbagai kesulitan yang mungkin dihadapi calon konsumen. Selanjutnya, hasil dari pengujian dijadikan sebagai dasar untuk memu- tuskan perbaikan yang perlu dilakukan. Apabila kesenjangan yang ditemukan cukup besar dan untuk menutupnya diperlukan wawasan lebih banyak, proses Design Thinking memungkinkan kita untuk melakukan kembali langkah-langkah yang telah dilewati. Tahapan mana yang harus diulangi bergantung pada besar dan jenis kesenjangan yang ditemukan.

Dalam setiap tahap, pengembangan produk kreatif (inovasi) senantiasa berangkat dari pemahaman dan pendefinisian masalah konsumen atau pengguna. Bahkan, pendekatan-pendekatan tersebut dipicu sebagai akibat timbulnya masalah-masalah yang belum terdefinisikan dengan baik atau bahkan sangat rumit. Dapat disimpulkan bahwa penyelesaian masalah secara kreatif, termasuk di dalamnya adalah Design Thinking, hadir untuk menjawab kebutuhan para wirausahawan yang umumnya beroperasi dalam kondisi ketidakpastian dengan minimnya pedoman (Ries, 2011).

Sebagai salah satu pendekatan penyelesaian masalah secara kreatif, Design Thinking tampaknya mulai menarik perhatian para akademisi dan praktisi sejak 2007. Hal ini dibuktikan dengan melonjaknya jumlah publikasi ilmiah – dengan total 23 publikasi berbentuk buku, artikel jurnal, dan karya tulis lainnya – yang mengkaji atau menggunakan pendekatan ini dalam kurun waktu 1 tahun (Johansson-Skoldberg, Woodilla, & Cetinkaya, 2013).

Kepopuleran Design Thinking, atau sebagian pakar menyebutnya sebagai user-centered design, didukung oleh keberhasilan IDEO, sebagai salah satu perusahaan desain paling berpengaruh di dunia, dalam pengembangan produk baru maupun pengembangan solusi inovatif untuk memecahkan masalah-masalah sosial (Brown, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa Design Thinking cukup fleksibel untuk digunakan dalam pemecahan berbagai masalah. Dalam bimbingan IDEO, studi juga menunjukkan bahwa Design Thinking telah digunakan secara luas dalam memecahkan masalah-masalah kependidikan (IDEO, 2012).

Dalam perkembangannya, Design Thinking terbukti cukup kompatibel untuk dipadukan dengan pendekatan kontemporer lainnya dalam pengembangan inovasi dalam kewirausahaan seperti Design Sprint (Knapp, 2016), Lean Startup methodology (Lewrick et al., 2018; Mueller & Thoring, 2012), model bisnis seperti Business Model Canvas (Osterwalder & Pigneur, 2010) dan Lean Canvas (Maurya, 2012). Selain karena efektivitasnya, kompatibilitas dan fleksibilitas dari Design Thinking menjadi salah satu alasan dari luasnya penggunaan pendekatan ini.

3. Model Bisnis

Dalam menghasilkan para wirausahawan baru, selain keterampilan untuk menghasilkan solusi efektif bagi sebuah masalah, dibutuhkan sebuah kerangka berpikir untuk menggambarkan bagaimana sebuah bisnis dapat menciptakan nilai dan menangkap sebagian nilai yang diciptakannya. Model bisnis memudahkan para wirausahawan baru untuk mengembangkan dan mengujicobakan model bisnis baru yang dikembangkannya. Dari sudut pandang ini, model bisnis dapat dipandang sebagai purwarupa dari suatu bisnis yang belum ada atau yang belum jadi. Pada awal pengembangan bisnis baru, model bisnis kerap dipenuhi dengan asumsi-asumsi – atau sering disebut hipotesis – yang belum teruji dan merupakan bagian dari mental model para wirausahawan baru. Adalah tugas dari para wirausahawan baru untuk mengidentifikasi dan menguji kebenaran dari hipotesis-hipotesis yang terdapat di dalam model bisnisnya secara bertahap.

Setidaknya terdapat dua tipe dari model bisnis yang populer digunakan dalam pengembangan bisnis baru adalah Business Model Canvas (BMC) dan Lean Canvas. Secara garis besar, keduanya memiliki cukup banyak kemiripan dengan kelebihannya masing-masing. BMC mampu menggambarkan dengan lebih lengkap tentang bagaimana sebuah bisnis bekerja. Secara garis besar, BMC terdiri atas Sembilan balok pembangun yang dapat dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu penawaran nilai, antar-muka pelanggan, infrastruktur perusahaan, dan aspek finansial. Oleh karenanya, BMC sangat sesuai untuk digunakan sebagai metode operasionalisasi strategi.

Salah satu hasil modifikasi atas BMC yang cukup popular digunakan dalam pengembangan usaha baru adalah Lean Canvas. Lean Canvas sangat menekankan pada pentingnya pengembangan model bisnis yang berbasis pada penciptaan solusi bagi masalah konsumen secara kreatif. Solusi yang dihasilkan harus mampu diterjemahkan dalam bentuk penawaran nilai yang unik dan didukung oleh kepemilikan atas keunggulan bersaing yang sulit diimitasi oleh kompetitor. Dalam Lean Canvas, sekedar menjadi pionir pada sebuah pasar yang baru tidak dapat dipandang sebagai kompetitor. Meskipun demikian, kompetitor dapat dibangun secara bertahap dan tidak selalu harus dimiliki sejak awal pengembangan usaha baru. Lean Canvas juga sangat menekankan pada validasi atas kesesuaian antara masalah dengan solusi dan kesesuaian antara masalah dengan pasar.

BAB III Strategi Pengembangan Kewirausahaan di SMA

A. Pendidikan Kewirausahaan di SMA

Pendidikan Kewirausahaan pendidikan di SMA bertujuan untuk mengenal konsep kewirausahaan, latihan awal mengembangkan usaha, mendapatkan pengalaman praktis berwirausaha, menumbuhkan minat berwirausaha dan mengembangkan potensi wirausaha. Pendidikan Kewirausahaan di SMA memiliki ciri seperti berikut:
  1. Program kewirausahaan di SMA bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh, sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman, dan keterampilan sebagai wirausahawan. yaitu manusia terampil intelektual dan juga inspiratif-pragmatis.
  2. Program kewirausahaan berorientasi pada perubahan pola pikir dan perilaku peserta didik yaitu Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi yang mampu melihat potensi lokal (menganalisis dan mengevaluasi), mengubahnya menjadi peluang dan kemampuan memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitarnya (penyelesaian masalah) sehingga terbentuk perilaku inovatif yang berwawasan lingkungan sekitarnya.
  3. Program kewirausahaan yang dikembangkan di SMA diarahkan untuk menggali dan mengembangkan potensi/keunggulan lokal. Potensi lokal merupakan kekuatan atau daya yang dimiliki oleh suatu daerah atau tempat yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan manfaat/keuntungan bagi daerah tersebut. Keunggulan lokal dapat berupa, namun tidak terbatas pada, hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumberdaya alam, sumberdaya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah. Dalam pemanfaatan keunggulan lokal, program kewirausahaan melakukan proses kolaborasi dengan ekosistem wirausaha ABCGM dengan cara komunikasi, kolaborasi, dan berjualan.
  4. Pengembangan pendidikan kewirausahaan dilaksanakan terprogram secara sistematis melalui kurikulum dan pembelajaran diselenggarakan terbuka, eksploratif, dan memaksimalkan pembelajaran yang bersifat simulasi. Serta dilakukan melalui pendekatan model Design thinking.
  5. Pendidikan kewirausahaan dapat dikembangkan melalui pembelajaran terintegrasi, berpusat pada peserta didik, memanfaatkan teknologi, kreatif, kerja sama dalam belajar dan melakukannya. Penintegrasian konsep kewirausahaan dilakukan melalui analisa kompetensi dasar dari mata pelajaran yang termuat dalam struktur kurikulum, mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan dalam perencanaan pembelajaran, mengembangkan langkah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik berkesempatan melakukan integrasi nilai kewirausahaan dan menunjukannya dalam perilaku.
  6. Pendidikan kewirausahaan dapat juga dilakukan terpadu pada kegiatan ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ekstrakurikuler siswa dapat membentuk kelompok ekstra kewirausahaan yang dapat mengembangkan potensi, bakat dan minat peserta didik dalam berwirausaha.
  7. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidikan. 

B. Kebijakan Penyelenggaraan Kewirausahaan

Kebijakan yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan SMA yang mengembangkan program kewirausahaan sebagai berikut ini.
  1. SMA pelaksana program kewirausahaan merupakan program peningkatan mutu penyelenggaraan pembelajaran mata pelajaran Prakarya dan Kewirausaahaan dan kegiatan lainnya yang relevan berbasis keunggulan lokal yang diintegrasikan dengan program/kegiatan lainnya dari Direktorat Pembinaan SMA dan Dinas Pendidikan Provinsi. Oleh karena itu diperlukan kerjasama dan komitmen bersama untuk mengakomodasi program kewirausahaan di SMA.
  2. Pembagian kewenangan dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah mengikuti azas desentralisasi sebagai berikut: a. Direktorat Pembinaan SMA sesuai dengan kewenangannya adalah menyusun konsep dan program pembinaan serta melaksanakan pada sasaran terbatas sebagai rintisan, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan dan hasilnya. Adapun kewajibannya adalah menyediakan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. b. Dinas Pendidikan Provinsi sesuai dengan kewenangannya adalah mereplikasi dan mendiseminasikan rancangan SMA yang melakukan pengembangan program kewirausahaan ke SMA-SMA lain, memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya. Adapun kewajiban atau tanggung jawabnya yaitu menyediakan, mengelola dan membina sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
  3. Program Kewirausahaan di SMA diselenggarakan secara bertahap, tuntas, berkualitas dan berkelanjutan. a. Bertahap dalam sasaran dari SMA penerima dana bantuan pengembangan program kewirausahaan ke SMA-SMA di sekitarnya. b. Tuntas dalam pelaksanaan setiap kegiatan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hasil, dan pelaporan. c. Berkelanjutan dalam pengertian dilaksanakan secara terus menerus, sistematis, dan berkesinambungan secara mandiri dan menjadi kegiatan regular sekolah.

C. Strategi Induk Pengembangan Program Kewirausahaan di SMA

1. Pengembangan Program Kewirausahaan di SMA

Perkembangan ilmu dan teknologi yang cepat menuntut penyesuaian berbagai aspek pengelolaan diantaranya yang berdampak sangat kuat dan harus direspon dengan cepat dan tepat. Kewirausahaan dapat berubah dari waktu ke waktu mengikuti lingkungan strategis pengelolaan sistem pendidikan nasional. Oleh sebab itu, dalam pengem- bangan SMA Kewirausahaan Direktorat Pembinaan SMA menerapkan strategi induk atau “Grand Strategy”.

Agar SMA pengembangan program Kewirausahaan dapat dijadikan sebagai contoh pengembangan kewirausahaan, maka sekolah tersebut dikembangkan dengan menggunakan tiga acuan utama, yaitu Standar Nasional Pendidikan, kebijakan pemerintah, dan perkembangan ekosistem pendidikan.

Secara ringkas ketiga acuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Standar Nasional Pendidikan
Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan teknis penyelenggaraan pendidikan yang berisi kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seperti sudah disebutkan sebelumnya, Standar Nasional Pendidikan terdiri atas: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan.

Fungsi dan tujuan Standar Nasional Pendidikan adalah:
  1. Berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu;
  2. Bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat;
b. Kebijakan Pemerintah
Agar SMA Penerima dana bantuan pengembangan program Kewirausahaan yang dikembangkan sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah yang disusun oleh pemerintah, maka pengembangannya harus mengacu kepada kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang pada era ini merupakan terjemahan dari kebijakan pemerintah yaitu nawacita dan revolusi mental.

Nawacita dan revolusi mental tersebut dijabarkan antara lain ke dalam strategi penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang dikemas menjadi kerangka strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Pengembangan Program Kewirausahaan di SMA

Agar semua satuan pendidikan dapat mencapai tujuan secara produktif dalam arti efektif dan efisien, maka penyelenggaraannya harus memanfaatkan kolaborasi dari ekosistem pendidikan, Yaitu sekolah yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat, potensi sekitar, guru dan orangtua sebagai fasilitator, pemerintah yang suportif, komunitas serta organisasi profesi dan industri.

Dalam model kolaborasi kewirausahaan proses kolaborasi dimulai dari membangun hubungan antara peserta didik dengan elemen ekosistem ABCGM (connect) . Dari hubungan yang terbangun langkah selanjutnya adalah perintisan kolaborasi antara peserta didik dengan elemen elemen ekosistem ABCGM . Kemudian sebagai tahap akhir peserta didik melakukan upaya upaya untuk mendorong komersialisasi hasil kolaborasi peserta didik dengan elemen ABCGM.

D. Tahap Pengembangan Program Kewirausahaan
  1. Tahap 1 : Rintisan Pengembangan Program Kewirausahaana. Pengembangan Kewirausahaan di SMA dimulai dengan langkah persiapan yaitu b. Menyiapkan guru sebagai fasilitator dengan memberikan workshop yang akan meningkatkan kapasitas kreatifitas dan penggunaan model Design Thinking dalam pembelajaran c. Menyiapkan sarana prasarana penunjang seperti pojok wirausaha dan sumber belajar penunjang. Melakukan persiapan awal proses kolaborasi dengan ekosistem ABCGM dengan cara pendekatan kepada setiap elemen ABCGM untuk dapat bekerjasama dalam proses pendidikan kewirausahaan. Selanjutnya, seluruh rancangan kegiatan diterapkan di sekolah dengan dukungan sumberdaya dari pemerintah pusat yang secara teknis manajerial dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan SMA sebagai leading sector. Dengan memperhatikan azas desentralisasi dalam pengelolaan pendidikan, pelaksanaan tahapan ini dirancang dengan melibatkan pemerintah daerah yang secara teknis dan manajerial dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi dalam bentuk kemitraan.
  2. Tahap 2 : Penguatan Program Kewirausahaan dan Rintisan Kemitraan a. Pemilihan Jenis kegiatan Kewirausahaan yang dilakukan sekolah dengan mempehatikan aspek potensi daerah, kreatifitas dan kolaborasi ekosistem kewirausahaan/ABCGM b. Kemampuan pendidik dan peserta didik dalam mengembangkan kewirausahaan kreatif c. Mutu Penyelenggaraan pembelajaran mata pelajaran Prakarya dan Ke- wirausahaan yang lebih terintegrasi dan terpadu Mempertimbangkan pengalaman praktis pengembangan kewirausahaan, maka sekolah membuat kemitraan dengan SMA lain untuk berbagai pengalaman dalam pelaksanaan dalam pelaksanaan pengelolaan kewirausahaan.
  3. Tahap 3 : Alih Bina dan Keberlanjutan. Pada tahap ini, Program Kewirausahaan di SMA diharapkan telah berpengalaman mengembangkan kegiatan kewirausahaan melalui metode design thinking dengan berbasis pada kolaborasi ekosistem wirausaha ABCGM dan mempunyai mitra dengan SMA lain. Sebagai bagian dari sistem penjaminan mutu, selama tahap implementasi berlangsung diterapkan perangkat manajemen yang diadopsi dari Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM) yaitu Plan Do Check Action (PDCA).
Dengan teknik tersebut, secara berkelanjutan dilakukan penilaian yang diikuti dengan perbaikan terhadap setiap komponen penyelenggaraan kewirausahaan di sekolah.

a. Alih Bina
Pada tahap ini, pengelolaan Kewirausahaan di SMA didesiminasikan ke sekolah lain yang berlokasi di sekitarnya. Dalam proses pengimbasan, SMA yang pernah mengembangkan model Kewirausahaan akan menjadi model bagi SMA imbasnya dalam bentuk proses replikasi. Dalam mereplikasi SMA model pengembangan program Kewirausahaan, Dinas Pendidikan Provinsi dibantu oleh sumberdaya manusia dari SMA model mengadopsi strategi yang diterapkan dengan memanfaatkan pengalaman yang diperolehnya pada tahap implementasi sebelumnya.

b. Sustainability/Keberlanjutan Program
Dengan telah dilaksanakannya alih bina pengembangan Kewirausahaan di SMA, maka peran Direktorat Pembinaan SMA beralih ke tahap keberlanjutan program baik dalam penjaminan kualitas, perluasan sasaran, dan penyesuaian strategi dengan perkembangan aktual ekosistem pendidikan meliputi: kebijakan, manajerial, teknis, dan substansial. Sesuai konsistensi mengikuti azas desentralisasi, program keberlanjutan juga dilaksanakan berbasis kemitraan dengan Dinas Pendidikan Provinsi.

Rancangan program ini terdiri atas 3 (tiga) kegiatan utama yaitu: konsultasi, supervisi, serta penyegaran dan pembaharuan rancangan. Deskripsi ketiga kegiatan tersebut diuraikan sebagai berikut.

3. Konsultasi diseminasi Program Kewirausahaan di SMA

Memperlancar keberhasilan pengalihan pembinaan program Kewirausahaan di SMA, kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan dan pemberian sumberdaya pengimbasan diserahkan kepada pemerintah provinsi. Peran Direktorat Pembinaan SMA berada pada tingkat minimal. Agar replikasi berjalan dan mencapai tujuan yang diharapkan, Direktorat Pembinaan SMA tetap memberikan bantuan kepada Dinas Pendidikan Provinsi dalam bentuk konsultasi.

4. Supervisi Diseminasi Program Kewirausahaan di SMA

Sebagai bagian dari sistem keberlanjutan Direktorat Pembinaan SMA melaksanakan supervisi melalui monitoring dan evaluasi pada sejumlah sekolah untuk memperoleh gambaran umum tingkat keberhasilan replikasi dan masalah yang dihadapi kemudian diikuti dengan pemberian bantuan dalam bentuk pemberian rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan sekolah. Hasil supervisi digunakan oleh Direktorat Pembinaan SMA sebagai balikan yang dimanfaatkan untuk penyempurnaan berkelanjutan program pengembangan Kewirausahaan di SMA.

5. Pembaharuan Rancangan Program Kewirausahaan di SMA
Pada hakikatnya ekosistem pendidikan kewirausahaan ABCGM tidaklah statis tetapi dinamis, berubah setiap saat dan cenderung menjadikan rancangan Program Kewirausahaan di SMA lebih meningkat dan ada pembaharuan. Penyesuaian rancangan dapat dilakukan baik oleh Direktorat Pembinaan SMA maupun oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Dalam kegiatan ini secara teknis manajerial, Kewirausahaan di SMA dapat diberdayakan sebagai “workstation” bersama bagi Direktorat Pembinaan SMA dan Dinas Pendidikan Provinsi.

f. Pembaharuan Oleh Program Kewirausahaan

Selain memberikan konsultasi dan melakukan program supervisi sebagaimana telah dijelaskan, sebagai bagian dari upaya keberlanjutan, Direktorat Pembinaan SMA juga mengembangkan program penyegaran dan pembaharuan untuk diterapkan di SMA Penerima dana bantuan pengembangan program Kewirausahaan. Selanjutnya, hasil penerapan rancangan penyegaran dan pembaharuan didiseminasikan ke SMA Mitra. Mengikuti pola alih bina, diseminasi penyegaran dan pembaharuan yang diinisiasi oleh Direktorat Pembinaan SMA ke SMA. Mitra juga menjadi kewenangan dan tanggungjawab Dinas Pendidikan Provinsi.

g. Pembaharuan Oleh Dinas Pendidikan Provinsi

Analog dengan yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMA, berpegang pada kewenangan dan tanggungjawabnya dalam pengelolaan sistem pendidikan sesuai dengan azas dan ketentuan desentralisasi, Pemerintah Provinsi melalui dinas pendidikan dapat mengembangkan berbagai program pembangunan pendidikan sebagai implementasi kebijakan pemerintah daerah yang mengacu  pada kekhasan karakteristik dan tantangan lokal. Dalam konteks ini, Dinas Pendidikan Provinsi dapat memberdayakan SMA Penerima dana bantuan pengembangan program Kewirausahaan sebagai sasaran awalnya sekaligus sebagai titik simpul diseminasi

c) Tahap 4 Program Kewirausahaan di SMA menghasilkan pribadi wirausaha.

Setelah dilakukan Alih Bina dan Sustainability , SMA model pengembangan program kewirausahaan diharapkan sudah dapat mendiseminasikannya ke sekolah disekitarnya dan mengembangkan kegiatan menjadi kewirausahaan kreatif. Program kewirausahaan lebih lanjut adalah mampu melakukan kolaborasi secara sempurna dengan ekosistem ABCGM dengan memanfaatkan potensi sekitar untuk menjaga keberlangsungan program dan membawa peserta didik berlatih dalam kegiatan nyata dengan masyarakat Terbentuknya pribadi-pribadi wirausaha merupakan indikator dari keberhasilan pelaksanaan program kewirausahaan di SMA. Keberhasilan program kewirausahaan di SMA dapat diketahui melalui hasil kinerja yang telah dicapai sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah, Guru dan terutama Peserta didik. Keberhasilan yang dicapai anatara lain meliputi 1) lingkungan sekolah yang bernuansa kewirausahaan, 2) pembelajaran yang mengintegrasikan model desain thinking dalam proses creative problem solving 3) peserta didik memiliki karakter dan perilaku wirausaha 4) peserta didik yang mampu berwirausaha se- cara mandiri atau kelompok.

BAB IV Implementasi Program Kewirausahaan SMA

Dalam pelaksanaannya, Program pembinaan dan pengembangan kewirausahaan di SMA merupakan agenda bersama antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal ini Direktorat Pembinaan SMA dan Dinas Pendidikan Provinsi. Dinas Pendidikan Provinsi sesuai dengan ketentuan mengusulkan SMA penerima dana bantuan pengembangan program pembinaan kewirausahaan dan memberikan fasilitasi berkembangnya kewirausahaan disekolah tersebut. Sekolah yang diusulkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi menyusun proposal tentang program kewirausahaan yang akan dilaksanakan di sekolah.

Dinas Pendidikan Provinsi menyetujui proposal yang diajukan oleh sekolah calon penerima dana bantuan pengembangan program kewirausahaan. Selanjutnya proposal yang sudah disetujui oleh Dinas Pendidikan Provinsi disampaikan ke Direktorat PSMA untuk dilakukan verifikasi dan validasi agar dapat ditentukan kelayakan sebagai penerima.

A. Ruang Lingkup Materi Kewirausahaan

Ruang lingkup materi kewirausahaan dilakukan melalui aktualisasi pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dikembangkan berdasarkan ruang lingkup materi pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan dengan panduan pada KI dan KD.

Kompetensi Dasar pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan (kerajinan, rekayasa, budidaya, dan pengolahan) memperhatikan karakteristik pembelajarannya yang meliputi tiga aspek, yaitu produk/jasa yang dihasilkan, proses dan nilai. Aspek produk merupakan media belajar, namun sasaran dan harapan belajar prakarya dan kewirausahaan juga mengembangkan aspek sistem melalui penguatan proses berkarya.

Pembelajaran dilakukan dengan metode learning by doing dan learning by proces dan memanfaatkan teknologi digital dan informatika:

Tahap pendidikan wirausaha yaitu :- Pengolahan ide melalui metode design thinking- Rencana bisnis - rencana produksi/aksi - Pemasaran - Promosi- finansial

Anak didik memahami wirausaha bukan sebatas teori tetapi juga menjadi penting dalam proses dan ‘doing’. Bidang yang dapat menjadi ruang lingkup pem- bahasan kewirausahaan sejalan dengan bidang pengembangan ekonomi kreatif RI yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan karakteristik siswa SMA yaitu :

1. Aplikasi dan game developer
Meningkatnya penetrasi pemanfaatan gawai oleh masyarakat tak lepas dari peran aplikasi yang tertanam di dalamnya. Masyarakat sudah fasih menggunakan berbagai jenis aplikasi digital seperti peta atau navigasi, media sosial, berita, bisnis, musik, penerjemah, permainan dan lain sebagainya. Berbagai aplikasi tersebut didesain supaya mempermudah pengguna dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Maka tak heran jika potensi subsektor aplikasi dan pengembang permainan sangat besar.

2. Desain komunikasi visual
Desain Grafis (DKV) punya peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan bisnis pengusaha swasta, pemilik merek, dan bahkan kelancaran program-program pemerintah. Potensi pasar domestik sangat menjanjikan, terutama dengan semakin banyaknya praktisi DKV lokal yang lebih memahami situasi pasar, pengetahuan, dan nilai-nilai lokal.

3. Desain produk
Desain produk merupakan proses membuat sebuah produk yang menggabungkan unsur fungsi dengan estetika sehingga bermanfaat dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat. kecenderungan sub sektor ini sangat positif. Dengan populasi penduduk yang didominasi oleh usia produktif, potensi terbentuknya interaksi antara pelaku industri dan pasar pun sangat besar. Ditambah lagi masyarakat dan pasar sekarang memiliki apresiasi terhadap produk yang berkualitas.

Sub sektor desain produk juga didukung oleh para pelaku industri yang memiliki craftmanshift andal. Para desainer produk mampu menggali dan mengangkat kearifan lokal, kekayaan budaya Indonesia yang beraneka ragam, dalam setiap karya-karyanya.

4. Busana
Kecenderungan bisnis busana senantiasa berubah dengan cepat. Dalam hitungan bulan, selalu muncul mode busana baru. Ini tak lepas dari produktivitas para perancang busana lokal yang inovatif merancang baju-baju model baru, dan munculnya generasi muda kreatif yang antusias dengan industri busana/pakaian ini. Masyarakat sebagai pasar pun juga semakin cerdas dan berselera tinggi dalam memilih busana.

5. Film, animasi, dan video
Perfilman Indonesia saat ini sedang mengalami perkembangan yang positif. Para rumah produksi mulai berlomba-lomba menggenjot produktivitasnya menggarap film yang berkualitas dari segi cerita sekaligus menguntungkan secara komersial. Ini tak lepas dari potensi penonton Indonesia yang sangat besar dan bisa mengapresiasi film produksi lokal secara positif. Sub sektor ini memiliki potensi yang bisa dikembangkan menjadi lebih baik, walapun masih harus menghadapi berbagai tantangan.

6. Fotografi
Perkembangan subsektor fotografi yang cukup pesat tak lepas dari banyaknya generasi muda yang sangat antusias belajar fotografi. Tak sedikit pula dari mereka yang kemudian memutuskan terjun di bidang ini sebagai profesional. Masyarakat pun memberikan apresiasi yang positif terhadap dunia fotografi.

7. Kriya
Seni kriya merupakan salah satu sub sektor yang menjadi ciri khas Bangsa Indonesia dan sangat dekat dengan industri pariwisata. Dilihat dari materialnya, kriya meliputi segala kerajinan yang berbahan kayu, logam, kulit, kaca, keramik, dan tekstil. Ketersediaan bahan baku material yang berlimpah dan kreativitas para pelaku industri menjadi faktor utama majunya subsektor ini.

Indonesia memiliki banyak pelaku seni kriya yang kreatif dan piawai dalam berbisnis. Bisnis kriyanya pun beragam. Banyak dari mereka berhasil memasarkan produknya sampai ke pasar luar negeri. Produk-produk kriya Indonesia terkenal dengan ‘buatan tangan’-nya, dan memanfaatkan hal tersebut sebagai nilai tambah sehingga bisa dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi.

8. Kuliner
Sub sektor kuliner memberikan kontribusi yang cukup besar, yaitu 30% dari total pendapatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Industri kuliner mempunyai potensi yang sangat kuat untuk berkembang, oleh karena itu pemerintah akan mendukung sub sektor ini supaya lebih maju.

9. Musik
Musik merupakan industri cukup menjanjikan dalam dunia pentas. Besarnya minat dan antusiasme para musisi muda untuk terjun ke dalam bidang ini menunjukkan bahwa musik punya potensi menjadi industri yang lebih besar. Bekraf optimistis menempatkan musik sebagai salah satu sub sektor yang akan dikelola secara lebih maksimal.

10. Penerbitan
Pasar industri penerbitan memang tidak sebesar sub sektor yang lain, namun industri ini punya potensi yang tak kalah kuat. Banyak penerbitan besar dan kecil yang masih bermunculan meramaikan industri ini. Ditambah lagi perkembangan teknologi yang memungkinkan buku diterbitkan dalam bentuk digital. Penerbitan turut berperan aktif dalam membangun kekuatan intelektualitas bangsa. Munculnya sastrawan, penulis, peneliti, dan para cendekiawan, tak lepas dari peran industri ini. Walaupun saat ini profesi penulis masih dianggap kurang menjanjikan, banyak para penulis muda yang sangat antusias, silih berganti menerbitkan karya-karyanya.

11. Periklanan
Periklanan adalah sub sektor ekonomi kreatif yang karyanya memiliki daya sebar paling tinggi. Hal ini tak lepas dari peran sinergi para pemilik modal yang ingin memasarkan produk dan jasa mereka dengan media yang dimanfaatkan. Sampai saat ini, iklan masih menjadi medium paling efisien untuk memublikasikan produk dan jasa. Potensi industri ini pun tak perlu diragukan lagi. Pertumbuhan belanja iklan nasional bisa mencapai 5-7% setiap tahunnya. Ditambah lagi, iklan mempunyai soft power berperan dalam membentuk pola konsumsi, pola berpikir, dan pola hidup masyarakat. Oleh karena itu sangat penting apabila subsektor ini dikuasai oleh SDM lokal.

12. Seni Pertunjukan
Indonesia mempunyai kekayaan dan keanekaragaman seni dan tradisi pertunjukan, seperti wayang, teater, tari, dan lain sebagainya. Seni pertunjukan dari masing-masing daerah sudah tersebar secara sporadis ke seluruh wilayah di Indonesia. Banyaknya jumlah seni pertunjukan baik tradisi maupun kontemporer yang selama ini dikreasikan, dikembangkan, dan dipromosikan, telah mendapatkan apresiasi dunia international.

13. Seni Rupa
Industri seni rupa dunia sedang memusatkan perhatiannya ke Asia Tenggara. Indonesia pun tak luput dari perhatian mereka. Di mana Indonesia mempunyai potensi terbesar baik secara kualitas, kuantitas, pelaku kreatif, produktivitas, dan potensi pasar. Seni rupa Indonesia juga sudah memiliki jaringan yang sangat kuat baik dalam negeri ataupun di luar negeri.

Prinsip pendidikan kewirausahaan pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan adalah karya yang merupakan kerja sama eksositem ABCGM hasil dari kegiatan design thinking dalam salah satu subsektor ekonomi kreatif. Diharapkan dapat menjadi karya kreatif, mempunyai nilai keterjualan; oleh karenanya karya tersebut harus memenuhi standar pasar, yaitu memenyenangkan pembeli, nilai kemanfaatan, kreatif serta bertanggungjawab terhadap ciptaannya berdasarkan logika matematis maupun pengetahuan estetis. Materi pembelajaran kewirausahaan pada mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan digunakan sebagai dasar penyusunan program-program kewirausahaan di sekolah. Dengan demikian program kewirausahaan yang ada di sekolah merupakan aktualisasi/aksi nyata dari pembelajaran Prakarya dan Kewirausahaan di kelas. Hasil pembelajaran dari mata pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan membuat peserta didik mempunyai pola pikir kewirausahaan sehingga menjadi pribadi wirausaha.

1) Kegiatan kokurikuler kewirausahaan
Kegiatan kokurikuler sebagaimana dimaksud merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk penguatan atau pendalaman kompetensi dasar atau indikator pada mata pelajaran/bidang sesuai dengan kurikulum. Kegiatan kokurikuler sebagaimana dimaksud meliputi kegiatan pengayaan mata pelajaran Prakarya dan kewirausahaan seperti kegiatan membuat website penjualan produk baik secara daring maupun luring.

2) Kegiatan ekstrakurikuler kewirausahaan
Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan. Kegiatan ekstrakurikuler diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal. Kegiatan ekstrakurikuler juga dapat menjadi media pendukung implementasi kewirausahaan yang merupakan proyek kolaborasi ekosistem kewirausahaan /ABCGM melalui metode desain thinking.

B. Pengembangan design thinking dan lean canvas

1. Design Thinking
Proses Design thinking bersifat iterasi, fleksibel dan berfokus pada kerja sama antara pengguna dan penghasil produk atau jasa. Titik berat pada bagaimana ide dimunculkan berdasar pada bagaimana cara berfikir konsumen, cara merasakan dan prilaku pengguna.

Langkah Langkah penerapan :

a. Daya Tarik
Langkah awal dalam desain thinking adalah untuk mendapatkan pemahaman yang bersifat empati terhadap masalah yang dihadapi. Dalam proses ini melibatkan observasi, proses bertanya dan merasakan pengalaman konsumen/objek yang dihadapi . Empati menjadi penting dalam proses ini karena memungkinkan perencana membuat asumsi berdasar kebutuhan user/konsumen. Dalam proses ini informasi dikumpulkan untuk menjadi bahan pada tahap selanjutnya agar menghasilkan pemahaman yang menyeluruh terhadap user/konsumen mengenai kebutuhan dan masalah yang dihadapi yang dapat dipecahkan melalui produk/jasa yang akan dihasilkan.

b. Menentukan Masalah
Dalam tahap Define, kita menempatkan informasi yang sudah didapatkan dalam tahap empatise untuk dianalisa sesuai dengan observasi untuk menemukan masalah utama yang dihadapi user/konsumen.

Sebagai contoh menuliskan statement dalam define masalah adalah dari kacamata user sbb. Remaja wanita membutuhkan makanan bergizi untuk pertumbuhan. Akan berbeda dengan kita mendefinisikan melalui kacamata perusahaan seperti : perlu meningkatkan penjualan makanan sehat kepada remaja wanita sebesar 5%. Dalam tahap ini akan membahas tim perencana menemukan ide yang menjadi salah satu solusi permasalahan yang dihadapi konsumen atau user. Dalam tahap ini pun sudah dimulai tahap menuju ideasi dengan menanyakan pertanyaan utama untuk mencari solusi seperti: bagaimana cara kita memotivasi remaja wanita untuk melakukan sesuatu yang akan memberi keuntungan pada remaja wanita dan pe-rusahaan penyedia makanan sehat.

c. Menyimpulkan Gagasan
Dalam tahap ini perencana telah memulai mengeluarkan ide yang berpusat pada kebutuhan konsumen atau user. Panduan utama bagi perencana adalah mulai berfikir bebas untuk mengidentifikasi solusi baru yang menjadi pemecahan masalah yang sudah ditemukan di tahap sebelumnya, selain itu juga perencana mulai memakai cara alternatif baru untuk ‘melihat masalah’. Tehnik yang dapat dilakukan dalam pengumpulana gagasan seperti curah pendapat, menuliskan pendapat, perkiraan terburuk dan SCAMPER. Curah pendapat dan perkiraan terburuk biasanya digunakan untuk menstimulasi cara berfikir bebas dan memperluas pemahaman akan masalah. Sangat penting untuk menemukan sebanyak banyaknya solusi di tahap awal ideasi. Kemudian disusul dengan memilih salah satu atau beberapa ide untuk di uji cobakan sehingga menemukan solusi terbaik yang dibutuhkan konsumen.

d. Purwarupa
Membuat purwarupa dari ide adalah sebagai salah satu jalan untuk menguji coba produk/jasa yang akan dijual. Purwarupa dapat diujicobakan pada orang orang diluar tim perencana. Dalam tahap ini merupakan tahap ekperimental dengan tujuan mencari solusi terbaik untuk setiap masalah yang sudah diidentifikasi.

e. Pengujian
Proses uji coba dapat dilakukan dalam bentuk pemakaian produk atau uji coba berupa prilaku dalam penjualan jasa. Ini merupakan proses ‘iterative’ , dimana hasil uji coba sering digunakan untuk melakukan kembali proses redifine dari masalah untuk menemukan kembali apa yang dibutuhkan user/ konsumen, kondisi cara menggunakan, bagaimana user berfikir-merasakan-berprilaku.

    Download Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA



    Download File:
    Download Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA.pdf
    Sumber: https://psma.kemdikbud.go.id

    Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Buku Pedoman Program Kewirausahaan SMA. Semoga bisa bermanfaat.

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel