Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768

Berikut ini adalah berkas Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA (Raudathul Athfal) 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768. Download file format PDF.

Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768
Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768

Download Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768


Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768 ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019



Download File:
Download SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768 Tentang Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019.pdf

Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768 

Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA  2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768:

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2768 TAHUN 2019
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,

Menimbang:
a. bahwa untuk mewujudkan mewujudkan pendidikan yang berkeadilan pada Raudhatul Athfal diperlukan pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam ten tang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal;

Mengingat:
  1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3670);
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3886);
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 5606);
  4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
  7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 146);
  8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
  9. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 66 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah;
  10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini;
  11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini;
  12. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama;
  13. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 792 Tahun 2018 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Raudhatul Athfal;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: KEPUTUSAN DIREKTUR ISLAM TENTANG JENDERAL PENDIDIKAN PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL.

KESATU Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.

KEDUA
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Raudhatul Athfal sebagaimana dimaksud dalam DIKTUM KESATU sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran ditingkat satuan pendidikan Raudhatul Athfal.

KETIGA
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 2019


DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM,
Ttd.
KAMARUDDIN AMIN

LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR 2768 TAHUN 2018
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL

PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI RAUDHATUL ATHFAL


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang- undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Penjelasan ini menunjukkan bahwa setiap anak dengan keunikannya termasuk anak dengan berkebutuhan khusus berhak memperoleh kesempatan yang sama dengan anak seusianya dalam mendapatkan layanan pendidikan.

Pendidikan inklusif diawali dengan proses Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) untuk mengidentifikasi jenis anak berkebutuhan khusus dan menentukan intervensi sesuai kebutuhan anak.

Sebagai upaya untuk mengakomodir pendidikan anak usia dini berkebutuhan khusus diperlukan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA.

B. Tujuan

Petunjuk teknis ini bertujuan untuk memberikan panduan operasional penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA adalah:
  1. Hakekat pendidikan Inklusif di RA
  2. Perencanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif di RA
  3. Strategi pembelajaran inklusif bagi anak berkebutuhan khusus di RA
  4. Penilaian dan laporan perkembangan.

D. Sasaran

Sasaran petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan inklusif ini adalah Pengelola, Pelaksana, Penyelenggara dan Pemangku Kepentingan lainnya.

BAB II KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF

A. Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang menjarrnn kesamaan dan kesetaraan bagi anak termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk mengikuti pendidikan secara bersama-sama dengan suatu layanan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak didik tersebut.

Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di lembaga pendidikan terdekat, di kelas reguler bersama-sama dengan anak seusianya yang mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para anak didik, pendidik, orang tua dan masyarakat sekitar.

B. Manfaat Pendidikan Inklusif di RA
Pendidikan inklusif dimulai sejak anak usia dini untuk dapat mendeteksi dan memberikan intervensi tumbuh kembang anak sedini mungkin.

Manfaat yang didapat dari pendidikan inklusif di RA yaitu:
  1. Manfaat bagi anak didik yang berkebutuhan khusus adalah mendapatkan haknya yang sama dalarn memperoleh pendidikan dini sebagaimana anak sebaya dan membangun kepercayaan diri di lingkungan sosialnya.
  2. Manfaat bagi anak didik lainnya adalah membangun empati dan mendapatkan pengalaman keberagarnan sebagai bagian dari Ciptaan Allah SWT.
  3. Manfaat bagi tenaga pendidik adalah meningkatkan kompetensi dalam melayani anak berkebutuhan khusus.
  4. Manfaat bagi orangtua adalah dapat membangun rasa empati dan kepedulian.
  5. Manfaat bagi masyarakat adalah membangun kesadaran untuk bersama-sama memiliki kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus.

C. Model-Model Kelas Pendidikan Inklusif

Pada dasarnya pendidikan inklusif memiliki beberapa model-model kelas, antara lain yaitu:

1. Kelas inklusif penuh
Model pendidikan inklusif ini, adalah menyertakan anak didik berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dalam kelas reguler selama proses pembelajaran.

2. Kelas inklusif parsial
Model pendidikan inklusif mi, adalah mengikutsertakan anak didik berkebutuhan khusus dalam sebagian proses belajar yang berlangsung di kelas reguler.

3. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Model pendidikan inklusif ini, adalah Anak berkebutuhan khusus bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan Pendidik pembimbing khusus.

4. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Model pendidikan inklusif ini, adalah Anak berkebutuhan khusus di dalam kelas khusus pada RA, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.

5. Kelas khusus penuh
Model pendidikan inklusif mi, adalah penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di dalam kelas khusus pada RA. Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), karena gradasi kekhususannya cukup berat. Bila tidak memungkinkan di RA dapat disalurkan ke Sekolah Kusus.

Penetapan model kelas yang diterapkan pada setiap anak berkebutuhan khusus tergantung kepada jenis kategori kekhususan yang dimiliki oleh anak tersebut, berdasarkan hasil asesmen awal yang dilakukan.

D. Model-model kurikulum pendidikan inklusif

Pada dasarnya pendidikan inklusif memiliki beberapa model kurikulum, antara lain yaitu:
  1. Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan anak didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti anak lainnya di dalam kelas yang sama.
  2. Model kurikulum modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh pendidik pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan anak didik berkebutuhan khusus. Model kurikulum ini diterapkan untuk anak didik yang memiliki kemampuan kognitif di bawah perkembangan kemampuan kognitif anak seusianya namun mampu di didik sehingga membutuhkan modifikasi dari kurikulum reguler yang berlaku.
  3. Model kurikulum Program Pendidikan Individual (PPI), yaitu kurikulum yang dipersiapkan oleh pendidik yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan pendidik, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait seperti psikolog, dokter tumbuh kembang, terapis dan lain-lain. Kurikulum Program Pendidikan Individual (PPI) ini merupakan karakteristik paling khas dari pendidikan inklusif.

E. Landasan Pendidikan Inklusif

1. Landasan Normatif
Landasan normatif pendidikan inklusif RA yang dapat digunakan sebagai dasar yaitu: Al-Quran, Surat Abasa Ayat 1 - 16, yang artinya :

"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datanq seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Adapun oranq uanq merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (alasan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang uang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran). Sedangkan ia takut kepada. (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)!. Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barann siapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan. lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti".

2. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika.

3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis pendidikan inklusif adalah; Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) oleh para mentri pendidikan sedunia. Deklarasi ini sebenarnya penegasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari system pendidikan yang ada.

Di Indonesia, manajemen pendidikan inklusif dijamin oleh: (1) Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 31, (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991, tentang Sistem Pendidikan Nasional, (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk anak didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus, dan (4) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 002/u/ 1986 pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan terpadu adalah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang bersangkutan.

BAB III PROSEDUR PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF RAUDHATUL ATHFAL (RA)

A. Komponen Perencanaan Penyelenggaraan Inklusif RA
Dalam menyusun perencanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif RA perlu diperhatikan komponen besar di bawah ini, yaitu:
  1. Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di awal tahun ajaran menerapkan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) melalui identifikasi dan asesmen awal;
  2. Sarana dan prasarana RA disesuaikan dengan kebutuhan anak didik berkebutuhan khusus;
  3. Alokasi dana untuk pelaksanaan pendidikan inklusif dimasukkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) RA;
  4. Menyiapkan tim pelaksana program pendidikan inklusif yang terdiri dari guru kelas, guru pendamping khusus di kelas, guru pendidikan khusus dan terapis, kepala RA, orang tua anak didik, para ahli yang terkait (psikolog, dokter tumbuh kembang dan yang lainnya);
  5. Menyiapkan model kurikulum dan Program Pembelajaran Individual (PPI);
  6. Melakukan penilaian dan pelaporan perkembangan anak;
  7. Melakukan sosialisasi tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada orang tua dan masyarakat.

B. Menetapkan alur prosedur penatalaksanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif RA
Penjelasan alur bagan dan prosedurnya :

1. Identifikasi
Identifikasi merupakan proses awal deteksi dini pada tumbuh kembang anak. Sasaran dari kegiatan identifikasi adalah anak didik baru dan juga anak didik yang sudah melaksanakan pembelajaran. Identifikasi dapat dilakukan pada saat proses Penerimaan Anak Didik Baru, atau pada awal proses Kegiatan Belajar Mengajar.

Pelaksanaan identifikasi dilakukan dengan cara :
a. Pengamatan (observasi);
b. Pelaksanaan menggunakan prosedur Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK);
c. Wawancara (interview) pada anak, pendampingnya, dan orangtuanya;
d. Melampirkan dokumen penyerta anak didik, yakni dokumen yang berupa hasil pemeriksaan psikolog, surat keterangan dokter, psikiater, atau profesional lainnya.

Dalam pelaksanaan identifikasi menggunakan alat berupa prosedur DDTK, Jembar cek list atau panduan pengamatan, panduan wawancara atau angket. (Contoh form terlampir) Adapun yang melakukan identifikasi adalah:
a. Kepala
b. Guru kelas
c. Guru pembimbing khusus
d. Orang tua
e. Pendamping anak
f. Tenaga profesional (dokter, psikiater, psikolog, pekerja sosial, dan terapis) apabila dibutuhkan

2. Asesmen
Asesmen adalah kegiatan untuk mendapatkan informasi mengenai kelebihan, kekurangan, dan kebutuhan anak didik dengan berbagai metode dan tehnik terkait dengan proses pembelajaran.

Manfaat asesmen adalah:
a. Penentuan potensi dan metode intervensi
b. Perencanaan pembelajaran
c. Penilaian dan pelaporan kemajuan anak didik
d. Sebagai bahan untuk penyusunan penilaian dan evaluasi program.

Sasaran kegiatan asesmen adalah anak didik berkebutuhan khusus yang akan masuk ke RA dan anak didik di RA yang terindikasi mengalami hambatan perkembangan. Aspek asesmen yang dinilai meliputi:
a. Faktor kemampuan bahasa (bahasa reseptif dan bahasa ekspresif serta kemampuan wicara)
b. Faktor kemampuan berinteraksi sosial (kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan)
c. Faktor kemampuan konsentrasi dan perhatian
d. Faktor kemampuan koordinasi visual motorik (motorik kasar dan motorik halus)
e. Faktor akademik, sekurang-kurangnya rneliputi 3 aspek yaitu kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.
f. Faktor kemandirian.
g. Faktor kesehatan.
h. Faktor sosial emosi.
i. Faktor keluarga.

Beberapa teknik asesmen berupa:
a. Tes formal, dilakukan oleh para professional menggunakan alat yang sudah baku dan pelaksanaannya harus mengikuti satu struktur kegiatan tertentu. Contohnya untuk mengetahui ketajaman penglihatan menggunakan snellen chart, untuk mengetahui ketajaman pendengaran menggunakan audiometri, dan untuk mengetahui kecerdasan menggunakan tes intelegensi anak usia dini (WPPSI).
b. Tes non formal, dilakukan oleh orang yang terlatih dengan menggunakan serangkaian alat asesmen yang tidak baku. Contohnya instrumen yang dibuat oleh guru atau guru pembimbing pendidikan khusus (terapis) sebagai pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman analisis.

Siapa yang melakukan asesmen:
a. Guru pendidikan khusus
b. Guru kelas
c. Tenaga profesional terkait seperti Psikolog, Dokter, tim keterapian (Fisioterapi, Speech terapi, okupasi terapi, behaviour terapi, orthopedagogig terapi (guru pendidikan khusus) dan lainnya. (Contoh lembar asesmen terlampir)

Hasil identifikasi dan asesmen akan dipergunakan sebagai dasar dari pengembangan profit anak didik.

3. Profit Anak Didik
Profil anak didik merupakan gambaran potensi anak didik yang masih dapat dikembangkan. (Contoh profit anak didik terlampiran)

4. Modifikasi Kurikulum
Pembuatan kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus adalah dengan cara melakukan modifikasi rencana program pembelajaran (RPP) atau Rencana Program Pembelajaran Harian (RPPH) yang disebut Program Pembelajaran Individual (PPI) yang didalamnya mencakup program keterapian bagi anak didik yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak didik.


BAB IV STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI RA
A. Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)

1. Definisi
Anak didik dengan hambatan pemrosesan informasi bahasa melalui pendengaran, keseluruhan atau sebagian sehingga masih dapat menggunakan alat bantu dengar atau implan.

2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan: :
a. Mengatur posisi tempat duduk anak didik dapat mendengar optimal dan menghindari gangguan;
b. Bagi yang menggunakan alat bantu dengar, diingatkan untuk membawa baterai cadangan ke sekolah;
c. Usahakan mengulang pernyataan dan pertanyaan apabila anak didik nampak tidak mengerti;
d. Penekanan ucapan agar jelas bagi seluruh anak didik; 

B. Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)

1. Definisi
Anak didik dengan hambatan penglihatan sebagian atau keseluruhan dan dapat menggunakan alat-alat bantu penglihatan.

2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Untuk tahap pertama, anak didik diajak berkeliling kelas, pastikan dia mengenal susunan peralatan kelas yang dasar;
b. Senantiasa menginformasikan yang terjadi disekitar kelas atau sekolah;
c. Memotivasi anak agar mandiri dalam beraktifitas dan berikan pemahaman terhadap kendala yang diaalami;
d. Penggunaan alat bantu pembelajaran,

C. Anak dengan Hambatan Berbahasa dan Berbicara
1. Definisi
Kelainan berbicara dan berbahasa umumnya terjadi pada anak- anak, pendidik diharapkan dapat mengenali segera anak didik yang membutuhkan penanganan khusus (terapi wicara).

Ada beberapa kelainan berbicara dan berbahasa yang secara umum dijumpai, diantaranya: kelainan artikulasi, gagap, hambatan kelancaran berucap, dan bicara terlalu cepat.

2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Berikan contoh berbicara yang baik;
b. Mengajak anak berbicara dan berkomunikasi;
c. Memotivasi anak agar percaya diri. Berilah penghargaan atas usaha anak berkomunikasi atau berbicara dengann anak didik lain. Berikan waktu yang cukup bagi untuk memformulasikan jawaban dari pertanyaan dengan tidak terburu-buru;
d. Ciptakan lingkungan bicara yang baik, suasana kelas yang rileks untuk membantu anak;
e. Membina kerjasama yang baik dengan para ahli, orangtua;
f. Memberikan saran rujukan terapi wicara untuk dapat meningkatkan kemampuan bicara yang dimilikinya.

D.Anak dengan Kelainan Fisik (Tunadaksa)

1. Definisi
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak [tulang, sendi, otot, dll). Mereka mengalami hambatan gerak yang berpengaruh terhadap interaksinya dengan lingkungan sosialnya.

Ciri-ciri anak tunadaksa diantaranya sebagai berikut:
a. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam;
b. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/ukuranya yang tidak biasa;
c. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur / tidak terkendali, bergetar;

2. Keutuhan kelas bagi anak didik berkelainan fisik
Anak didik dengan kelainan fisik tidak selalu memerlukan kurikulum yang berbeda dengan anak didik lainnya. Sebagian besar dari mereka mempunyai kemampuan kognisi yang berfungsi baik di kelas seperti teman-teman seusianya.

3. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Pembiasaan untuk belajar kelompok.
Ada beberapa teknik pengelompokan anak didik yang dapat digunakan untuk membantu keberhasilan anak didik berkelainan fisik, diantaranya:

1) Pengelompokan fleksibel adalah suatu teknik
pengelompokkan dimana anak didik dengan dan tanpa kelainan dikelompokkan untuk bekerjasama dalam pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran tertentu, antara 2-10 orang anak. Pembelajaran yang dapat dilakukan, antara lain: seni, keterampilan atau aktivitas lainnya yang menjadikan individu yang berbeda memberikan sumbangan bagi keberhasilan kelompok.

2) Pengelompokkan kerjasama adalah pembentukan kelompok kecil dari anak didik yang memiliki kemampuan dan keahlian yang berbeda. Kelompok ini terdiri dari empat atau lima orang anak didik. Setiap kelompok dibentuk berdasarkan minat atau persahabatan. Tiap anggota kelompok saling membantu dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. pengelompokan dapat memberikan kepuasan pembelajaran bagi anak didik, selain itu juga akan dapat memererat persahabatan diantara anak didik. Penelitian menunjukkan bahwa pengelompokan kerjasama mampu menghasilkan hubungan yang lebih kuat diantara Anak didik dan pencapaian akademis yang lebih tinggi.

b. Pengajaran kemandirian, dan kepercayaan diri;

c. Program keterapian yang sesuai dengan kelainan fisik yang dimiliki agar dapat mengembangkan potensi fisik yang masih ada.

E. Anak dengan Keterbelakangan Mental (Tunagrahita)

1. Definisi
Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded adalah:
a. Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes intelegensi baku;
b. Kekurangan dalam perilaku adaptif;
c. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

2. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
a. Menempatkan posisi duduk anak didik pada tempat yang paling mudah bagi pendidik untuk memberi perhatian dan bantuan;
b. Memberi pelayanan secara individual di luar jam pelajaran pada umumnya;
c. Untuk anak tunagrahita sedang dan berat seharusnya didampingi pendidik pendamping khusus (satu murid satu pendidik);
d. Memberikan terapi edukasi, terapi sensory integrasi dan terapi wicara apabila mengalami gangguan bicara, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemahamannya dan menstimulasi perkembangan syaraf sensory integrasi yang dimiliki oleh anak.

F. Anak dengan gangguan emosional dan perilaku
1. Definisi
Gangguan perilaku adalah gangguan yang ditandai dengan pola tingkah laku sosial, agresif atau menentang yang berulang dan menetap. Perilaku ini pada puncaknya berupa pelanggaran norma sosial yang terdapat pada anak seusianya dan bersifat menetap. Berikut karakteristik yang muncul dalam periode tertentu dan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari seorang anak seperti:

a. Ketidak mampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan dari faktor intelektual, sensori maupun kesehatan;
b. Ketidakmampuan untuk mempertahankan atau membangun hubungan yang menyenangkan dengan teman sebaya atau dengan orang dewasa di sekitarnya;
c. Berperilaku tipikal atau memiliki perasaan yang tidak sesuai walau dalam situasi yang normal;
d. Kecenderungan untuk memunculkan simtom/ gejala fisik atau ketakutan-ketakutan yang dikaitkan dengan seseorang atau sekolah.

Penyebab terjadinya gangguan emosional adalah:
  • Faktor biologis, proses pengiriman informasi pada sistem saraf;
  • Faktor psikososial, seperti stres yang berkepanjangan, kejadian hidup yang menekan, perlakuan salah pada masa kecil, faktor keluarga/pengasuhan.
2. Strategi pembelajaran
Strategi yang dapat dilakukan:
a. Mengantisipasi dan melakukan pencegahan terhadap pemicu munculnya gangguan emosi dan perilaku pada anak didik
b. Menggunakan pendekatan yang fleksibel (tidak kaku dan keras) kepada anak didik untuk mengontrol emosional dan tingkah lakunya
c. Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten dan pembiasaan agar anak terampil dalam problem solving dan mengatasi konflik
d. Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement (konsekwensi) secara individual dan memodifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku

G. Anak Autis (Autism)

1. Definisi
Berdasarkan arti kata, anak autis adalah anak yang asyik dengan dunianya sendiri. Menurut Solek (2010), ada beberapa gangguan yang biasanya ada pada anak autis, antara lain:
a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-verbal:
1) Terlambat bicara atau tidak dapat berkomunikasi;
2) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang lain yang sering disebut sebagai 'bahasa planet';
3) Tidak mengerti dan tidak mengeluarkan kata-kata dalam konteks yang sesuai (Gangguan bahasa ekspresif dan reseptif);
4) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi;
5) Meniru/ membeo (ekolalia). Beberapa anak pandai menirukan nyanyian, maupun kata-katanya, tanpa mengerti artinya;
6) Kadang bicaranya monoton seperti robot/ Mimik datar.

b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
1) Menolak atau menghindar untuk bertatap mata
2) Tidak menoleh bila dipanggil. Karena hal ini, sering diduga bahwa anak mengalami ketulian
3) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
4) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain
5) Bila ingin sesuatu, ia menarik tangan orang yang terdekat dan mengharapkan tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya
6) Bila didekati untuk bermain justru menjauh.

c. Gangguan dalam bermain
Umumnya ia seperti tidak mengerti cara bermain. Bermain sangat monoton, stereotipik. Bila sudah senang dengan satu mainan tidak mau mainan yang lain dan cara bermainnya juga aneh. Yang paling sering adalah keterpakuan pada roda atau sesuatu yang berputar.

d. Gangguan dalam bidang perasaan/emosi
1) Tidak ada atau kurang rasa empati, misalnya melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan tetapi justru merasa terganggu dan anak yang sedang menangis tersebut mungkin akan didatangi dan dipukulinya.
2) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata
3) Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan yang diinginkannya, ia bahkan bisa menjadi agresif (menyerang) dan destruktif (merusak).

e. Gangguan dalam persepsi sensoris
1) Mencium-cium atau menjilati benda apa saja
2) Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
3) Tidak menyukai rabaan atau pelukan. Bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri.
4) Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan tertentu.

Berbagai gangguan di atas tidak harus semuanya dimiliki/ ada didalam seorang anak autis, sifatnya sangat individualistik (tidak sama antara penderita satu dengan yang lain). Identifikasi autis seharusnya tidak dilakukan oleh sembarang orang tetapi harus dilakukan oleh pihak yang benar-benar ahli dalam bidang autisme, hal ini agar menghindari kesalahan identifikasi.

2. Strategi pembelajaran
Penanganan anak autis dalam setting pendidikan inklusif sangatlah rumit (kasuistik), hal ini disebabkan karena banyaknya (keragaman) gangguan perkembangan yang dimiliki oleh anak autis. Untuk itu diperlukan adanya asesmen yang dilakukan oleh ahli guna menentukan kategori kekhususan yang dimiliki, sebagai dasar pembuatan program dan penanganan selanjutnya yang dibutuhkan anak tersebut dan untuk menentukan apakah anak autis ini membutuhkan pendamping atau tidak.

H. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS)

1. Definisi
Kesulitan belajar spesifik (specific learning disability) berarti suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikis dasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahasa, lisan atau tulisan, yang dapat diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau melakukan perhitungan matematis.

2. Masalah dan strategi pembelajaran
Anak didik berkesulitan belajar khusus mempunyai permasalahan yang berbeda-beda antar incLividu satu dengan yang lain. Secara garis besar ada beberapa permasalahan mereka, antara lain: masalah perhatian dan aktifitas, masalah daya ingat, masalah kognitif, dan masalah sosial emosi. Permasalahan-permasalahan tersebut perlu mendapat dan penanganan sedini mungkin, terutama ketika berada di RA.

Berikut ini Strategi penanganan Anak didik berkebutuhan khusus:

a. ABBS dengan masalah perhatian
Beberapa strateginya adalah sebagai berikut:
1) Memperlambat laju kegiatan belajar/ bermain;
2) Senantiasa libatkan anak dalam pembelajaran dengan berbagai strategi, misalnya lebih sering memberi pertanyaan kepada sang anak pada saat bermain;
3) Gunakan perangkat pendukung visual
4) Pengaturan posisi duduk anak dikelas;
5) Mengutamakan. penilaian proses pada tiap aktivitas anak, bukan pada hasilnya;
6) Memberikan terapi behavior dan terapi edukasi untuk dapat meningkatkan rentang fokus perhatian yang dimilikinya.

b. ABBS dengan masalah daya ingat
1) Perbolehkan menggunakan alat bantu (jam digital, jadwal harian, poster dll). Anak didik yang mempunyai masalah daya ingat sebaiknya diminimalisir dalam penggunaan ingatan mereka untuk tugas-tugas yang tidak perlu. Penggunaan alat bantu bukan hanya sebagai penolong ingatan mereka, namun juga sebagai alat pembelajaran;
2) Ajarkan selalu untuk berlatih mengulang dan mengingat.
3) Memberikan jadwal remedial untuk anak untuk mengulang materi akademik yang diberikan di RA;
4) Memberikan terapi edukasi untuk dapat meningkatkan konsentrasi perhatian dan meningkatkan daya ingat yang dimiliki.

c. ABBS dengan masalah kognisi
1) Materi pembelajaran disampaikan dalam sajian yang sederhana;
2) Tempatkan anak didik dalam konteks pembelajaran yang "tidak pernah gaga!". Mereka biasanya memiliki perasaan kegagalan (sense offalling) dalam berbagai ha! yang coba mereka lakukan. Memutuskan rantai kegagalan;
3) Selalu memberi motivasi pada mereka untuk tidak menyerah;
4) Memberikan terapi edukasi dan behavior untuk dapat meningkatkan kemarnpuan pemahaman dan meningkatkan konsentrasi perhatian yang dimiliki.

d. ABBS dengan masalah sosial dan emosional
1) Buat sistem penghargaan kelas untuk hal-hal yang berkaitan dengan masalah sosial dan emosional, misalnya penghargaan untuk anak yang memberi bantuan kepada temannya, dan lain-lain;
2) Sebagian anak didik berkesulitan belajar khusus ini tidak memiliki kesadaran yang jelas pada sikapnya sendiri serta dampaknya pada orang lain. Berbicara terbuka dan penuh perhatian kepada anak mengenai sikap mereka juga dapat menjadi langkah penting dalam kepercayaan diantara mereka;
3) Mengajarkan sikap positif. Membangun kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain, agar mereka menjadi lebih sadar terhadap sikapnya dan mendapat pemahaman yang lebih baik tentang interaksi dengan orang lain;
4) Melatih pengendalian emosi yang dimiliki, sehingga dapat menempatkan diri dalam bersikap di dalam lingkungan kelas maupun lingkungan sosial.

I. Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

1. Definisi dan Karakteristik
Salek (2010) ADHD merupakan gangguan perkembangan yang diturunkan secara genetik dikarenakan adanya gangguan pada gen transporter dopamin dan gen reseptor dopamin di otak. Hal ini terjadi pada 3-5% anak usia sekolah dengan tingkat kecerdasan normal atau di atas normal.

Anak dengan ADHD dapat memperlihatkan gejala inatensi, hiperaktifitas dan implusivitas. Inatensi dapat berupa keluhan susah konsentrasi, mudah sekali teralih perhatiannya, sering lupa akan barang-barang pribadinya dan bahkan lupa pada tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hiperaktifitas pada anak ADHD dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Anak tampak tidak bisa tenang dan selalu ingin bergerak. Bila sedang berjalan anak sering menabrak benda-benda di sekitarnya sehingga seringkali, dengan perilakunya yang seperti itu, akan menyebabkan barang-barang yang berada di dekat anak berjatuhan. Impulsivitas artinya anak mudah terpancing ketika ada rangsangan, langsung bereaksi pada segala rangsangan yang ada. Bentuk implusivitas lainnya dapat berupa anak sering melakukan interupsi, "acting without thinking", dalam bermain cenderung melakukan hal-hal yang mengundang bahaya, tidak bisa berbagi atau bertoleransi, tidak bisa antri, dan jahil.

Dampak dari perilaku anak ADHD di sekolah yang mungkin dapat terjadi adalah anak tidak memperhatikan tugas pelajaran yang diberikan pendidik, dan kalaupun mengerjakan tugas maka tugas yang dikerjakan itu sering tidak selesai. Anak tidak bisa mengikuti aturan-aturan di kelas, tidak tertib, tidak sopan, mengganggu teman dan bahkan pendidiknya, sering mendapatkan hukuman dan sering melawan. Dampak bagi individu ADHD itu sendiri yaitu adanya gangguan emosi, rasa rendah diri, dan pada saat dewasa akan tampak memiliki kepribadian yang "sulit".

Anak ADHD apabila tidak mendapat penanganan yang sesuai akan membuat potensi sang anak tertutup oleh perilaku hiperaktifnya, bahkan di kemudian hari anak dapat berkembang mengarah kepada perilaku kriminal seperti mengutil, mencuri, mencoba-coba narkoba, merusak barang milik orang lain, dan dan lain sebagainya.

2. Strategi Bantuan di Kelas
Strategi pembelajaran yang dapat dilakukan:
1. Strategi untuk menangam perilaku kurang perhatian (inattentif)
1) Usahakan anak duduk di dekat pendidik
2) Berikan instruksi yang jelas, baik lisan maupun tulisan atau gambar.
3) Berikan tugas dalam unit-unit yang kecil
4) Minta bantuan dari dari pendidik pendamping khusus jika mengahadapi kasus ADHD yang berat
5) Memberikan terapi perilaku, terapi edukasi dan terapi wicara sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak untuk dapat meningkatkan konsentrasi perhatian, kemampuan pemahaman dan Juga meningkatkan kemampuan bicaranya dengan lebih baik lagi.

2. Strategi untuk menangani perilaku hyperaktif
5) Beri kesempatan jeda untuk anak, misalnya dengan peregangan;
6) Salurkan enegri anak kepada hal yang ia minati, misalnya menyalurkan energinya dengan berrnain bola;
7) Seri posisi duduk yang memungkinkan anak untuk berdiri selama pelajaran tanpa mengganggu Anak didik lain, misalnya posisi duduk di dekat dinding, bukan di tengah ruangan;
8) Manfaatkan energi anak, misalnya dengan meminta bantuan untuk membersihkan papan tulis, mengambil alat peraga, dll;
9) Jika memungkinkan dalam setiap pelajaran ada unsur pergerakan tubuh dan interaksi antar Anak didik atau Anak didik dengan Pendidik;
10) Seri anak dua pilihan kursi, hal ini dilakukan untuk memudahkan anak berpindah dari satu kursi ke kursi yang satunya tanpa perlu mengganggu temannya;
11) Memberikan behavior theraphy atau terapi perilaku agar dapat mengurangimhiperaktifitas yang dimiliki dan meningkatkan fokus perhatian yang dimilikinya.

3. Strategi untuk menangani perilaku impulsif
1) Seri pujian dan penguatan untuk perilaku yang positif;
2) Berikan aturan yangjelas bagi anak ketika dia di kelas;
3) Berikan konsekuensi yang jelas dan sesuaiserta konsisten pada setiap aturan yang telah diberikan.

Dengan diberikannya strategi belajar yang tepat sesuai dengan kekhususannya, maka diharapkan anak berkebutuhan khusus dapat mengoptimalkan kemampuannya dengan sebaik mungkin.

J. Anak dengan Cerdas Istimewa dan Bakat istimewa (CIBI)
1. Definisi
Definisi federal amerika mengatakan bahwa anak didik berbakat adalah mereka yang dapat membuktikan kemampuan prestasi tinggi dalam berbagai bidang seperti intelektual, kreativitas, artistik, kapasistas kepemimpinan, atau bidang akademik tertentu; dan yang memerlukan pelayanan serta aktivitas khusus yang biasanya tidak diberikan sekolah dalam rangka mengembangkan kemampuan mereka. (Education Consolidation and Improvement Act, 1981).

Di RA anak-anak berbakat sering tidak menunjukkan prestasi yang menonjol. Sebaliknya justru menunjukkan perilaku yang kurang menyenangkan, misalnya: mudah bosan, terlalu cepat menyelesaikan tugas. Yang menjadi minat dan perhatiannya kadang-kadang justru hal-hal yang tidak .diajarkan di kelas. Perkembangan pikirannya jauh lebih cepat daripada motoriknya.

2. Strategi pembelajaran
Strategi pembeajatran yang dapt dilakukan, diantaranya:
a. Ciptakan pembelajaran yang menumbuhkan rasa penasaran dan rasa tertantang bagi anak CIBI.
b. Biasakan anak untuk melakukan koreksi sebelum mengumpulkan tugasnya


BAB V PENILAIAN DAN LAPORAN PERKEMBANGAN

A. Pengertian Penilaian
Penilaian perkembangan anak merupakan suatu proses yang sistematis, berkala serta berkesinambungan untuk mengumpulkan data, melakukan analisis, melakukan pendokumentasian serta mengambil keputusan dan membuat laporan mengenai perkembangan anak.

Penilaian dilakukan untuk mengukur capaian kegiatan belajar anak. Sebingga dapat memantau proses dan kemajuan belajar anak secara berkesinambungan. Berdasarkan penilaian tersebut, pendidik dan orang tua anak dapat memperoleh informasi tentang capaian perkembangan yang menggambarkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki anak setelah melakukan kegiatan belajar.

Bentuknya berupa kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aspek penilaian meliputi proses dan basil. Penilaian proses dan basil kegiatan belajar inklusi RA adalah suatu proses rnengumpulkan dan mengkaji berbagai informasi secara sistematis, terukur, berkelanjutan, serta menyeluruh tentang pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak selama kurun waktu tertentu.

B. Tujuan Penilaian
Penilaian pembelajaran inklusif di RA memiliki tujuan:
  1. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak usia dini termasuk anak berkebutuhan khusus;
  2. Menjadi dasar untuk memperbaiki program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan anak didik;
  3. Untuk melaporkan perkembangan anak kepada orangtua maupun kepada pihak-pihak terkait setelah proses pembelajaran.

C. Fungsi Penilaian

Penilaian memiliki beberapa fungsi seperti di bawah ini :
  1. Memberikan umpan batik kepada guru untuk memperbaiki kegiatan belajar mengajar;
  2. Memberikan referensi guru untuk membimbing perkembangan anak didk baik fisik maupun psikis sehingga dapat berkembang secara optimal;
  3. Memberikan referensi guru untuk melakukan kegiatan bimbingan terhadap anak didik yang memerlukan perhatian khusus;
  4. Memberikan referensi guru untuk menempatkan anak didik dalam kegiatan sesuai dengan minat dan kebutuhannya;
  5. Memberikan informasi kepada orangtua tentang ketercapaian pertumbuhan dan perkembangan anak didik;
  6. Memberikan informasi bagi orangtua untuk menyesuaikan pendidikan keluarga dengan proses pembelajaran RA;
  7. Memberikan referensi bagi pihak lain yang memerlukan dalam memberikan pembinaan selajutnya terhadap anak didik.

D. Prosedur Pelaksanaan Penilaian
Penilaian dilakukan oleh guru setiap hari, dengan memperhatikan seluruh aspek perkembangan anak dan capaian kompetensi dasar. Dari penilaian harian, dilakukan rekapitulasi dan analisis hasil penilaian dalam rentang mingguan, bulanan, kemudian semester. Hasil penilaian perkembangan anak dalam satu semester kemudian dilaporkan kepada orangtua, baik secara lisan maupun tertulis.

Sebelum dilakukan penilaian harian, perlu dilaksanakan screening awal (ketika anak baru masuk), sehingga dapat diketahui perkembangan selama anak berada di satuan RA. Oleh karena itu, guru perlu menguasai deteksi dini tumbuh kembang anak.

Oleh karena itu, langkah awal penilaian dapat dilakukan dengan menyusun dan menyepakati tahap, teknik, dan instrumen penilaian serta menetapkan indikator capaian perkembangan anak. Setelah itu, melakukan proses penilaian sesuai dengan tahap, teknis dan instrumen penilaian, lalu mendokumentasikan penilaian proses dan hasil belajar anak secara akuntabel dan transparan, kemudian melaporkan capaian perkembangan anak kepada orangtua.

E. Teknik Penilaian
Penilaian pada umumnya dilakukan dengan pengamatan atau observasi. Hasil pengamatan kemudian dicatat dengan menggunakan berbagai teknik, antara lain:

1. Catatan anekdot
Catatan anekdot rnerupakan catatan penting dan bermakna tentang perkembangan anak. Catatan anekdot memungkinkan memberikan deskripsi perkembangan penting yang kompetensi dasarnya tidak terdapat dalam perencanaan harian. Catatan anekdot bisa berupa tulisan atau rekaman. Dalam catatan tersebut secara khusus dituliskan identitas anak, waktu, lokasi dan peristiwa.

2. Catatan hasil karya
Catatan hasil karya merupakan catatan tentang hasil karya anak, baik yang berupa proses maupun hasil. Catatan tersebut memberikan gambaran perkembangan hasil karya anak dari waktu ke waktu.

3. Sistem pendokumentasian
Sistem pendokumentasian menggunakan portofolio. Sumber data bisa dari guru, tenaga administrasi (data hasil pemeriksaan/rekam medis), terapis (tempat anak berkebutuhan khusus melakukan terapi), anak dan orangtua (kondisi yang ada di rumah). Dengan demikian, terdapat pelibatan banyak pihak, terutama orangtua.

Portofolio berisi capaian (hasil belajar), pertumbuhan dan perkembangan anak. Portofolio dibagi berdasarkan :
  1. Perkembangan anak
  2. Keterampilan
  3. Kemajuan capaian harian

Hal-hal yang didokumentasikan dalam portofolio bisa berupa detail tentang anak yang berkebutuhan khusus, antara lain:
  1. Contoh hasil karya anak yang diseleksi oleh guru atau oleh Anak
  2. Hasil observasi guru (anekdotal dan rating scale)
  3. Catatan hasil evaluasi diri yang dilaporkan oleh guru
  4. Catatan kemajuan anak
  5. Logbooks
  6. Observasi orangtua
  7. Rangkuman hasil pertemuan orangtua dan guru
  8. Komunikasi orangtua dengan guru, termasuk percakapan dengan menggunakan media komunikasi (email, whatsapp, telepon, dll), percakapan informal, catatan, laporan
(Contoh Format Indikator Penilaian RA Inklusif terlampir )

F. Perencanaan Penilaian

Pelaksanaan penilaian perkembangan anak Inklusif di RA dapat dilakukan kedalam tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut.

Dalam merencanakan penilaian guru terlebih dahulu:

1) Menentukan tujuan penilaian;
Tujuan penilaian disesuaikan dengan tahapan, tugas dan indikator perkembangan anak di setiap rentangan usia, baik anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya.

2) Menetapkan ruang lingkup yang akan dinilai, mencakup;
Program pembiasaan yang meliputi moral dan nilai-nilai agama serta sosial, emosional, dan kemandirian; Program pengembangan kemampuan dasar yang meliputi berbahasa, kognitif, fisik/ motorik, dan seni.

3) Menentukan sasaran penilaian;
Sasaran ditetapkan sesuai dengan perkernbangan anak yang akan di nilai, dikategorikan antara:
a. 0 - 1 Tahun, dan 1 - 2 Tahun 
b. 2 - 4 Tahun, dan 4-6 Tahun

4) Penentuan Metode dan Teknik Penilaian;
Pendidik hendaknya mempertimbangkan pemilihan jenis metode dan teknik yang akan digunakan dalam penilaian yang dapat disesuaikan dengan tujuan, waktu, dan kemampuan guru dalam menilai, dan kemampuan anak didik yang akan dinilai terutama pada ABK.

5) Penentuan cara menginterpretasikan;
Pendidik hendaknya dapat menginterpretasikan hasil penilaian didasarkan pada kriteria yang telah dirumuskan untuk mendapatkan data aktual. Oleh karena itu, dalam mengintepretasikan data penilaian dilakukan per aspek perkembangan anak yang diperoleh dengan berbagai teknik penilaian yang telah ditetapkan.

6) Penentuan cara melaporkan.
Setelah penilaian selesai dilakukan, guru hendaknya melaporkan hasil penilaian dengan menentukan waktu pelaporan, sasaran pelaporan dan format pelaporan yang akan digunakan.

G. Pelaksanaan Penilaian Inklusif Di RAPelaksanaan penilaian perkembangan anak dilakukan secara terus menerus, berkelanjutan serta diarahkan untuk proses dan hasil, baik pada anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya dengan cara sebagai berikut:
  1. Guru hendaknya mencatat dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan perkembangan kemampuan anak berkebutuhan khusus maupun anak pada umumnya untuk di jadikan data.
  2. Tujuan penilaian perkembangan anak mengacu pada tingkat pencapaian perkembangan anak yang telah ditetapkan, sedangkan untuk ABK tingkat pencapaiannya berdasarkan dari kemampuan anaktersebut.
  3. Penilaian pada anak berkebutuhan khusus hendaknya disesuaikan dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang dialami oleh masing-masing anak tanpa harus memberikan beban tugas.
  4. Penilaian pada ABK didisesuaikan dengan kernarnpuan, kebutuhan dan situasi kondisi anak.
  5. Penilaian disesuaikan dengan waktu yang dibutuhkan ABK. Yaitu, guru hendaknya memberikan penambahan waktu dalam mengerjakan tes atau tugas lain yang berhubungan dengan penilaian hasil belajar sesuai denganjenis ABK yang dideritanya.

Contoh 1: Anak didik tunanetra memerlukan waktu lebih lama dalam mengerjakan ujian/tes, baik dibacakan oleh orang lain maupun dengan membaca sendiri dengan menggunakan huruf Braille, oleh karena itu dalam pelaksanaan penilaian diperlukan penambahan waktu.

Contoh 2: Anak didik tunadaksa yang mempunyai kelainan motorik tangan akan memerlu-ikan waktu yang lebih lama ketika menuliskan jawaban sebuah tes. Penyesuaian waktu dapat terjadi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

6. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan cara
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, maka guru hendaknya melakukan penilaian dengan memodifikasi cara.

Contoh 1: Anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan motorik tangan, tidak dapat mengerjakan soal ujian dengan cara tertulis, maka pelaksanaan test dapat dilakukan dengan cara lisan atau menggunakan alat bantu tertentu (augmentative).

Contoh 2 : Penilaian berbahasa atau berkomunikasi bagi anak tunawicara, tentang keterampilan mendengarkan dapat dikompensasikan dengan aspek keterampilan membaca.

Contoh 3 : Anak didik tunarungu tidak perlu dipaksa untuk mengikuti test pada aspek keterampilan mendengar. Akan tetapi gunakan berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat

Contoh 4 : Anak didik kesulitan belajar (learning disability) biasanya memiliki kesulitan yang khas dalam bahasa atau berhitung. Mereka mengalami kesulitan mengolah informasi logis yang bersifat abstrak. Oleh karena itu penilaiannya tidak dilakukan secara kelompok tetapi dilakukan secara individual.

Contoh 5: Anak didik hiperaktif sulit sekali memusatkan perhatian pada satu objek atau peristiwa/kegiatan dan sangat mudah terganggu oleh stimulus eksternal. Oleh karena itu penilaianpada anak didik hiperaktif tidak mungkin dilakukan secara kelompok, tetapi dilakukan secara individual. Penyesuaian cara dapat teradi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing

7. Penilaian dilakukan dengan menyesuaikan materi
Penyesuaian materi adalah penyesuaian tingkat kesulitan bahan dan penggunaan bahasa dalam butir soal yang dilakukan guru dalam memberikan tes atau tugas lain yang berhubungan dengan penilaianhasil belajar bagi ABK.

Contoh 1 : Anak didik autisme yang low function, mereka sangat sulit untuk mengikuti pelajaran yang tingkat kesulitannya sama seperti anak lainnya yang tidak punya hambatan pada tingkat kelas yang sama. Oleh karena itu tingkat kesulitan materi penilaianisesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak didik.

Penyesuaian materi dapat terjadi pada ABK lainnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

8. Guru hendaknya memiliki kesabaran dalam melakukan penilaian, karena ABK mungkin membutuhkan beberapa kali penjelasan ketika melakukan test disbanding kan dengan anak pada umumnya Dalam menyimpulkan keseluruhan hasil penilaian guru hendaknya tetap melakukan komunikasi dengan pihak keluarga, dokter, terapis atau psikolog terkait dengan perkembangan anak.

H. Pengolahan Data Dan lnformasi Hasil Penilaian
Semua data dan informasi tentang anak yang telah terkumpul di dalam portofolio perlu diolah untuk dianalisis. Lakukan pengolahan secara berkala. Pengolahan bulanan perlu dilakukan agar guru dapat melakukan penilaian bulanan. Hasil pengolahan bulanan dijadikan acuan untuk melakukan penilaian semester.

Langkah-langkah dalam pengolahan data sebagai berikut:
  1. Seluruh catatan skala capaian perkembangan harian disatukan berdasarkan indikator dari kompetensi dasar yang sama. Apabila dalam indikator yang sama dalam satu kompetensi dasar terdapat perbedaan capaian, maka capaian perkembangan yang tertinggi dijadikan capaian akhir.
  2. Semua kemampuan anak dianalisis untuk mengetahui capaian kemampuan anak, apakah anak tersebut berada pada kemampuan BB (Belum Berkembang), MB (Mulai Berkembang), BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan BSB (Berkembang Sangat Baik). Untuk memudahkan menentukan kemampuan anak sebaiknya guru merujuk pada rubrik penilaian.
  3. Kumpulkan semua data anak yang diperoleh data ceklist, catatan anekdot, dan hasil karya untuk diolah.
  4. Semua data yang telah diolah dapat dikumpulkan ke dalam satu format sehingga mudah untuk dibaca hasil dari capaian kemampuan anak pada tiap kompetensi dasar.

I. Pelaporan Perkembangan Anak
Pelaporan adalah kegiatan mengomunikasikan hasil penilaian tentang tingkat pencapaian perkemba.ngan anak baik secara psikis maupun fisik yang dilakukan secara berkala oleh pendidik. Apabila terdapat pertumbuhan dan perkembangan yang tidak biasa pendidik dapat berkonsultasi ke ahli yang relevan.

Pelaporan hasil penilaian berupa deskripsi capaian perkembangan anak, yang berisi tentang keistimewaan anak, kemajuan dan keberhasilan anak dalam belajar, serta hal-hal penting yang memerlukan perhatian dalam pengembangan diri anak selanjutnya.

Hasil penilaian dalam bentuk laporan tertulis dapat disampaikan kepada orangtua sekali dalam satu semester, namun demikian, apabila hal-hal yang sangat mendesak dan penting untuk dilaporkan, maka dapat segera dilakukan tanpa menunggu kurun waktu satu semester.
Laporan hasilpenilaian perkembangan anak berkebutuhan khusus dapat dilakukan secara:
1. Lisan
Laporan lisan dapat dilakukan kapan saja, sesuai dengan kebutuhan, dan biasanya terkait dengan perkembangan penting dan mendesak harus segera diketahui oleh orangtua. Beberapa perkembangan yang disampaikan secara lisan antara lain:
a. Perkembangan penting yang karena sifat dan kebutuhannya harus segera disampaikan kepada orangtua untuk ditindaklanjuti.
b. Perkembangan penting tersebut sulit disampaikan secara tertulis, misalnya karena sifatnya yang cukup kompleks sehingga perlu penjelasan.
c. Perkembangan yang akan disampaikan bersifat "sensitif", sehingga apabila disampaikan seca.ra tertulis dapat menimbulkan ketersinggungan pada orangtua atau pihak lain
d. Karakteristik orangtua yang tidak memungkinkan membaca laporan perkembangan anak secara tertulis, misalnya karena buta aksara, terlalu sibuk, kurang bisa memahami bahasa tulis, dan sebagainya.

2.Tertulis
Laporan tertulis biasanya dilakukan sekali dalam semester, dan dalam bentuk deskriptif atau naratif. Hal-hal yang dilaporkan terkait dengan capaian perkembangan setiap kompetensi dasar menurut program pengembangan (nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional dan seni). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyampaian laporan secara tertulis antara lain:
a. Penggunaan bahasa yang santun
b. Menyampaikan kekuatan dan keunggulan anak, sebagai bentuk capaian kompetensi dasar pada setiap program pengembangan
c. Apabila terdapat kompetensi dasar yang belum tercapai, maka disampaikan dalam bentuk rekomendasi, yang bersifat operasional dan dapat dilaksanakan oleh orangtua.
d. Penyampaian laporan tertulis hendaknya juga diikuti dengan penyampaian secara lisan kepada orangtua

BAB VI PENUTUP

Pendidikan inklusif dimulai pada masa kritis atau masa sensitif sejak anak usia dini. Rangsangan yang diberikan pada usia dini yang dapat meningkatkan seluruh aspek perkembangannya. Keterlambatan atau pengabaian pemberian rangsangan pada saat usia dini akan memberi dampak negatif bagi perkembangan anak.

Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan inklusif di lembaga RA meliputi: penciptaan komunitas kelas yang hangat, menenma keanekaragaman, menghargai perbedaan, perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar; penyiapan Pendidik untuk mengajar secara interaktif; penyediaan dorongan bagi pendidik dan kelasnya secara terus menerus dan meminimalisir hambatan, kemitraan dengan multidiplin ilmu dan profesi serta pelibatan orang tua secara bermakna sejak proses perencanaan.

Pendidik dalam setting kelas inklusif harus menguasai strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan karakteristik/kekhususan anak didiknya. Hal ini dikarenakan masing-masing Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mempunyai karakteristik pembelajaran yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Sehingga Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA ini diharapkan dapat dijadikan sumber atau acuan dalam pelaksanaan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.


Demikian yang bisa kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Juknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di RA 2019 - SK Dirjen Pendidikan Islam Nomor 2768. Semoga bisa bermanfaat.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel