Buku Evaluasi Program Literasi Gerakan Literasi Sekolah

Buku Evaluasi Program Literasi Gerakan Literasi Sekolah
Buku Evaluasi Program Literasi Gerakan Literasi Sekolah

Download Buku Evaluasi Program Literasi: Gerakan Literasi Sekolah

File Preview:



Download File:
  • Download Buku Evaluasi Program Literasi: Gerakan Literasi Sekolah.pdf

Buku Evaluasi Program Literasi Gerakan Literasi Sekolah

Buku Evaluasi Program Literasi: Gerakan Literasi Sekolah ini diterbitkan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdikbud), Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2018 menerbitkan Buku Laporan Hasil Penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2017. Penerbitan buku laporan hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menyebarluaskan hasil penelitian kepada berbagai pihak yang berkepentingan dan sebagai salah satu upaya untuk memberikan manfaat yang lebih luas dan wujud akuntabilitas publik.

Hasil penelitian ini telah disajikan di berbagai kesempatan secara terbatas, sesuai dengan kebutuhannya. Buku ini sangat terbuka untuk mendapatkan masukan dan saran dari berbagai pihak. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan referensi bagi pemangku kepentingan lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan.

Kemampuan literasi memiliki peran sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Literasi merupakan kemampuan dasar untuk memahami dan menguasai segala jenis pengetahuan, keterampilan dan kecakapan lainnya. Tanpa kemampuan literasi, orang akan sulit untuk memahami dan menguasai segala jenis informasi. Apalagi dalam era digital saat ini, berbagai macam informasi mengalir sangat deras, begitu mudah diperoleh dan terus menerus berkembang. Mengingat sangat pentingnya penguasaan literasi, negara-negara di dunia melalui World Economic Forum atau Forum Ekonomi Dunia telah berkomitmen bahwa kemampuan literasi merupakan salah satu tuntutan keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam abad 21.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan literasi, berbagai program dan kegiatan terus diupayakan, baik di sekolah, keluarga maupun di masyarakat. Salah satu program yang menyasar sekolah-sekolah adalah Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Program ini dikelola oleh Ditjen Pendidikan Dasara dan Menengah (Dikdasmen). Untuk menyukseskan GLS, kegiatan-kegiatan telah banyak dilakukan oleh Ditjen Dikdasmen dengan sasaran semua satuan pendidikan, dari mulai SD, SMP, SMA, dan SMK.

Untuk mengetahui sejauhmana capaian atau keterlaksanakan GLS di sekolah-sekolah, maka Puslitjakdikbud melakukan kajian evaluasi keterlaksanaan GLS. Sasaran sekolah dalam kajian pada tahun 2017 ini baru pada tingkat satuan pendidikan SD dan SMP, lebih khusus lagi SD dan SMP yang memiliki kategori sekolah rujukan dan bukan rujukan. Evaluasi ini bertujuan selain untuk mengetahui capaian keterlaksanaan GLS, juga untuk memberikan rekomendasi dalam upaya memperbaiki pengelolaan dan pelaksanaan GLS ke depan. 

Capaian literasi siswa Indonesia masih rendah. Hal tersebut ditunjukkan oleh data hasil PISA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Efektivitas program literasi yang sudah berjalan selama ini, khususnya Gerakan Literasi Sekolah ditinjau dari komponen: a) Proses: keterlaksanaan GLS, b) Input: sumber daya pendukung literasi, c) Output: capaian sekolah; 2) Permasalahan yang ditemui dalam peningkatan literasi di sekolah; 3) Praktik baik yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan gerakan literasi sekolah; dan 4) Saran upaya perbaikan dalam pelaksanaan literasi di sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan indikator untuk mengukur tingkat ketercapaian literasi, tingkat pelaksanaan GLS di SD berkisar dari 60 sampai dengan 93 persen, sedangkan di SMP berkisar dari 60 sampai dengan 77 persen. Sekolah rujukan relatif lebih baik dibandingkan dengan sekolah-sekolah bukan rujukan. Di SD rujukan rata-rata 93 persen dan SMP rujukan 77 persen, sedangkan di SD dan SMP bukan rujukan rata-rata berada di kisaran 60 persen. Rekomendasi dari penelitian ini di antaranya: 1) Bagi Kemendikbud, selaku pemerintah pusat untuk dapat melakukan sosialisai/pelatihan yang dapat menjadi acuan bagi sekolah-sekolah, khususnya sekolah rujukan dan kepada Pemda setempat; 2) Bagi Pemda (Dinas Pendidikan), perlu menyebarluaskan kepada UPTD, pengawas sekolah, dan instansi lain tentang sosialisasi dan pelatihan; dan 3) Bagi sekolah selaku unit teknis pelaksana kegiatan literasi, perlu menyebarluaskan program/kegiatan literasi kepada seluruh warga sekolah (kepala sekolah, guru, siswa, tenaga kependidikan, komite sekolah, dan orang tua), kemudian dalam hal pembinaan dapat menerapkan program literasi di sekolahnya dengan baik dan juga dapat melakukan pengimbasan ke sekolah di sekitarnya.


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Literasi secara harfiah diartikan 'keberaksaraan' atau melek aksara. Selanjutnya literasi memiliki perkembangan makna menjadi 'keterpahaman'. Untuk bisa paham terhadap suatu hal, kemampuan “melek baca dan tulis" merupakan langkah awal dan mendasar bagi pengembangan dan penguasaan melek dalam bidang lainnya. Seiring dengan perkembangan, istilah literasi terus berproses dan berkembang, namun pada intinya literasi dimaknai sebagai pemahaman terhadap teks dan konteksnya.

Konsep literasi tak hanya dimaknai secara sempit yang terbatas pada kemampuan baca-tulis, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan memaknai teks, seperti huruf, angka, dan simbol kultural yang dituangkan dalam gambar atau simbol lain secara kritis. Literasi dalam arti luas sudah cukup lama menjadi acuan UNESCO. Di dalam laporan UNESCO (2005) tentang Literacy for Life dinyatakan bahwa literasi adalah hak dasar manusia sebagai bagian esensial dari hak pendidikan. Terpenuhinya hak literasi memungkinkan kita bisa mengakses sains, pengetahuan teknologi, dan aturan hukum, serta mampu memanfaatkan kekayaan budaya dan daya guna media. Singkatnya, literasi menjadi poros upaya peningkatan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, literasi merupakan sumbu pusaran pendidikan. Kemampuan literasi memiliki peran sangat penting dan menjadi tuntutan keterampilan yang dibutuhkan dalam abad 21. World Economic Forum (2015) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) garis besar keterampilan yang harus dikuasai dalam abad 21, yakni kualitas karakter, literasi dasar, dan kemampuan memecahkan masalah yang kompleks. Kualitas karakter antara lain mencakup nilai- nilai religius, nasionalis, mandiri, integritas, dan gotong royong sangat diperlukan dalam beradaptasi dengan lingkungan. Literasi dasar yang perlu dikuasai adalah literasi bahasa, numerasi, sains, finansial, digital, serta budaya dan kewarganegaraan. Sementara itu, untuk bisa memecahkan masalah yang kompleks diperlukan kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif dan kolaboratif.

Terkait dengan kemampuan literasi, Indonesia memiliki capaian literasi yang masih rendah. Berdasarkan hasil survei lembaga internasional, kemampuan literasi masyarakat Indonesia masih dibawah rata-rata Negara- negara yang disurvei. Gambaran capaiannya adalah sebagai berikut.
  1. Penilaian yang dilakukan PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study), yakni studi internasional tentang literasi membaca untuk siswa sekolah dasar (kelas IV) yang dikoordinasikan oleh IEA (The International Association for the Evaluation of Educational Achievement). Survei ini dilaksanakan setiap 5 tahun, dan pada survei tahun 2011, Indonesia memiliki peringkat 42 dari 45 negara yang disurvei. Sementara itu untuk hasil survei tahun 2016, baru akan dirilis pada akhir tahun 2017.
  2. PISA (Programme for International Student Assessment) merupakan sistem ujian yang diinisasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar yaitu membaca, matematika dan sains. Hasil survei tahun 2015 menunjukan rata-rata nilai capaian Indonesia masih dibawah nilai rata-rata dunia, dan Indonesia menempati peringkat 69 dari 72 negara yang disurvei, untuk skor capaian bidang kompetensi literasi. Namun demikian, pada tahun 2015 terdapat kenaikan pencapaian pendidikan Indonesia yang signifikan yaitu sebesar 22,1 poin, yang menempatkan Indonesia pada posisi ke empat dalam hal kenaikan pencapaian murid dibanding hasil survei sebelumnya pada tahun 2012.
  3. Hasil tes PIAAC (Programme for the International Assessment of Adult Competencies) tahun 2016 untuk tingkat kecakapan orang dewasa menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Indonesia berada di peringkat paling bawah pada hampir semua jenis kompetensi yang diperlukan orang dewasa untuk bekerja dan berkarya sebagai anggota masyarakat.
  4. World's Most Literate Nations, yang disusun oleh Central Connecticut State University tahun 2016, menyebutkan bahwa peringkat literasi Indonesia berada di posisi kedua terbawah dari 61 negara yang diteliti. Indonesia hanya lebih baik dari Bostwana, negara di kawasan selatan Afrika. Fakta ini didasarkan pada studi deskriptif dengan menguji sejumlah aspek, antara lain mencakup lima kategori yaitu, perpustakaan, koran, input sistem pendidikan, output sistem pendidikan, dan ketersediaan komputer (Miller, 2016).

Sementara itu, survei yang dilakukan di dalam negeri, hasilnya antara lain menunjukkan sebagai berikut.
  1. INAP (Indonesia National Assessment Programme) atau AKSI (Asesmen Kemampuan Siswa Indonesia) mengevaluasi kemampuan siswa dalam hal membaca, matematika, dan sains. INAP disejarkan dengan PIRLS karena sama-sama untuk SD kelas IV. Namun survei INAP memiliki jumlah sampel yang lebih banyak, yakni mencakup 2.010 SD di 236 kabupaten, 34 provinsi yang melibatkan 48.682 siswa. Hasil INAP tahun 2016 menunjukan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia masih memprihatinkan. Untuk kemampuan yang masuk kategorikurang terdapat 77,13% untuk Matematika, 76,31% Sains, dan 46,83% membaca (Puspendik, 2016).
  2. Survei minat baca yang dilakukan Perpusnas tahun 2015 di 28 kota/kabupaten di 12 provinsi dengan 3.360 responden antara lain menunjukkan, 70% memiliki frekuensi membaca antara 0 – 2 kali dan 2-4 kali per minggu, sedangkan untuk lama membaca sebagian besar (63%) hanya berkisar antara 0-2 jam per minggu.
  3. Indonesia yang berpenduduk 165,7 juta jiwa lebih (tahun 2012), hanya memiliki jumlah terbitan buku sebanyak 50 juta per tahun. Itu artinya rata-rata 1 buku di Indonesia dibaca oleh 5 orang. Kondisi tersebut jauh berbeda dengan Amerika Serikat yang berpenduduk berkisar 285,5 juta jiwa, namun memiliki jumlah terbitan buku sebanyak 1 miliar per tahun. Sehingga satu orang Amerika rata-rata membaca 4-5 buku per tahun (Perpustakaan Nasional, 2012).
  4. Ketersediaan perpustakaan di sekolah masih belum memadai terutama pada tingkat SD, yakni baru 61,5% sekolah yang sudah memiliki perpustakaan, itu pun hanya 31 persen yang memiliki kondisi baik, sedangkan selebihnya memiliki kondisi rusak ringan, sedang, hingga berat. Sementara itu, kepemilikan perpustakaan pada tingkat SMP mencapai 76,3% dan SMA 76,4% (PDSPK, 2017).

Ditengah kondisi capaian literasi masyarakat Indonesia yang rendah, upaya dan langkah-langkah peningkatan kemampuan literasi terus dilakukan oleh berbagai pihak. Pada satuan pendidikan, Kemendikbud memiliki program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). GLS merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, Komite Sekolah, orangtua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dan lain-lain.), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

GLS adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya pembiasaan membaca peserta didik. Pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca (guru membacakan buku dan warga sekolah membaca dalam hati, yang disesuaikan dengan konteks atau target sekolah). Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan, dan pembelajaran (disertai tagihan berdasarkan Kurikulum 2013). Variasi kegiatan dapat berupa perpaduan pengembangan keterampilan reseptif maupun produktif.

B. Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian

Capaian literasi siswa Indonesia masih rendah. Hal tersebut ditunjukkan oleh data hasil PISA, INAP atau AKSI seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Banyak program dan kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan literasi baik melalui gerakan literasi sekolah, gerakan literasi keluarga, maupun gerakan literasi masyarakat. Demikian pula dengan capaian pada tingkat sekolah. Oleh karena itu perlu suatu kajian untuk mengevaluasi bagaimana efektivitas program literasi yang telah berjalan selama ini, dan upaya apa yang perlu dilakukan dalam meningkatkan efektivitas program literasi sehingga bisa berkontribusi terhadap peningkatan capaian literasi.

C. Tujuan Penelitian

Secara umum kajian ini bertujuan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan dalam meningkatkan efektivitas program gerakan literasi sekolah dalam upaya memperkuat budaya baca. Secara khusus, kajian ini bertujuan untuk mengetahui:
  1. Efektivitas program literasi yang sudah berjalan selama ini, khususnya Gerakan Literasi Sekolah ditinjau dari komponen: a. Proses : Keterlaksanaan GLS; b. Input : sumber daya pendukung literasi; c. Output: capaian sekolah;
  2. Permasalahan yang ditemui dalam peningkatan literasi di sekolah;
  3. Praktik baik yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan gerakan literasi sekolah;
  4. Saran upaya perbaikan dalam pelaksanaan literasi di sekolah.

D. Ruang Lingkup

Kajian ini membatasi pada ruang lingkup gerakan literasi sekolah yang pelaksanaannya mengacu pada petunjuk pelaksanaan yang dikembangkan oleh satuan tugas Gerakan Literasi Sekolah, yang mencakup 27 indikator pelaksanaan, dan 3 tahap kegiatan (pembiasaan, pengembangan, dan pembelajaran).

Lokasi dibatasi pada 4 (empat) daerah dengan kategori memiliki tingkat literasi yang rendah dan tinggi berdasarkan capaian hasil survei AKSI SD 2016. Daerah yang termasuk dalam kategori tinggi yaitu: Kabupaten Malang, dan Kota Padang, sedangkan daerah yang memiliki kategori rendah ialah Kabupaten Lombok Barat dan Kota Palangkaraya. Untuk melengkapi informasi secara nasional, analisis data dilengkapi dengan data hasil monitoring dan evaluasi secara nasional melalui media online oleh Ditjen Dikdasmen. Namun data tersebut baru tersedia untuk jenjang SMP khususnya SMP Rujukan. Satuan pendidikan dibatasi pada SD dan SMP negeri, kategori sekolah rujukan dan sekolah bukan rujukan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel