Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa

Berikut ini adalah berkas mengenai Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016-2019. Buku panduan ini diterbitkan oleh Bidang Pembelajaran - Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa - Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Tahun 2016. Download file format .pdf.

Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016-2019
Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016-2019

Keterangan:
Di bawah ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas mengenai Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
SEKAPUR SIRIH

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Landasan Hukum
1.3 Tujuan
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Manfaat

BAB II KONSEP DAN PENDEKATAN
2.1 Literasi
2.1.1 Literasi Sekolah
2.1.2 Literasi Masyarakat
2.2 Pendekatan
2.2.1 Metode
2.2.2 Media

BAB III PETA JALAN LITERASI
3.1 Pelibatan Publik
3.2 Pemodelan, Peluasan, dan Penguatan
3.3 Evaluasi

BAB IV BAHAN LITERASI
4.1 Penyediaan Bahan Literasi
4.2.1 Jenis
4.2.2 Isi
4.2.3 Reproduksi Teks
4.2 Kriteria Bahan Literasi
4.2.4 Jenjang Pendidikan
4.2.5 Materi Bacaan
4.3 Penyusunan Bahan Literasi
4.4 Pengalihmediaan Bahan Literasi

BAB V PELATIH FASILITATOR DAN FASILITATOR LITERASI
5.1 Pelatih Fasilitator
5.2 Fasilitator Literasi
5.3 Mekanisme Penyeleksian Fasilitator Literasi
5.4 Model Pelatihan Fasilitator

BAB VI PEMBELAJARAN LITERASI
6.1 Pembelajaran Literasi
6.1.1 Pelatihan Fasilitator Literasi
6.1.2 Pembelajaran Literasi
6.1.2.1 Pembelajaran Literasi di Sekolah Model
6.1.2.2 Pembelajaran Literasi di Komunitas Model
6.2 Olimpiade Literasi Nasional
6.2.1 Lomba Membaca Naratif
6.2.2 Lomba Meringkas Teks
6.2.3 Lomba Konversi Teks
6.2.4 Lomba Bermain Peran
6.2.5 Klinik Literasi

BAB VII PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju bukan hanya dibangun dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan pengelolaan negara yang baik, melainkan juga dengan mengandalkan pembudayaan membaca dan menulis yang dapat menjembatani peradaban dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya. Untuk menumbuhkan budaya baca-tulis itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah pada tahun 2015 yang merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Gerakan yang mengambil tema “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti” itu tentu harus didukung oleh kegiatan lain yang sejalan agar keinginan untuk mewujudkan masyarakat berbudaya baca-tulis segera dapat tercapai. 

Dalam kerangka itu pula, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui Pusat Pembinaan merancang kegiatan yang bertajuk “Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB)”. Gerakan yang dimulai tahun 2016 dan akan terus dikuatkan serta dikembangkan hingga tahun 2019 ini tidak hanya bertujuan untuk menumbuhkan budi pekerti, tetapi juga untuk menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca-tulis serta cinta sastra. GNLB dilaksanakan berdasarkan pemahaman bahwa belajar itu tidak hanya dilakukan di sekolah, tetapi juga di masyarakat, yang diimplementasikan dalam bentuk kegiatan literasi sekolah dan literasi masyarakat. Dengan dasar itulah, GNLB menjangkau sasaran bukan hanya siswa dan guru di sekolah, melainkan juga anak- anak dan pegiat komunitas baca di masyarakat.

Untuk menopang pelaksanaan GNLB, disusunlah Buku Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa yang dapat menjadi rambu-rambu atau tuntunan bagi pelaksana kegiatan ini khususnya dan pegiat literasi umumnya untuk melaksanakan GNLB pada masa kini dan mendatang. Dalam penerapannya, buku pedoman ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi tempat GNLB itu dilaksakan.

Mudah-mudahan buku pedoman ini bermanfaat bagi pelaksanaan gerakan literasi untuk mewujudkan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca-tulis serta cinta sastra.

Hasil survei Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) tentang budaya literasi siswa sekolah dasar kelas IV di 45 negara menempatkan Indonesia pada peringkat ke-41 dari 45 negara peserta. Tahun 1992, Association for the Educational Achievement (IAEA) mencatat bahwa Finlandia dan Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia dari 30 negara yang disurvei. Dalam survei ini, Indonesia berada pada peringkat dua terbawah, artinya pada posisi peringkat ke-28.

Di tahun 1997, Program for International Students Assessment (PISA) menyebutkan bahwa Indonesia—yang untuk pertama kalinya ikut serta dalam survei tentang budaya literasi—menempati peringkat ke-40 dari 41 negara. Selanjutnya dalam survei yang sama pada tahun 2000, Indonesia menempati peringkat ke-64 dari 65 negara partisipan. Dalam survei tentang budaya literasi di negara-negara ASEAN, peringkat Indonesia bahkan berada di bawah Vietnam, negara yang jauh lebih muda dibandingkan Indonesia.

Empat hasil survei di atas sudah cukup memberi gambaran mengenai rendahnya budaya literasi anak sekolah di Indonesia; anak-anak yang kelak tidak saja akan menjadi pemimpin, tetapi juga menjadi anak bangsa yang kuat dalam sumber daya manusianya.

Sementara itu, dalam pendidikan modern dan tantangan era global sekarang, keberliterasian bukan lagi sekadar urusan bagaimana suatu bangsa bebas dari buta aksara, tetapi telah menjadi syarat kecakapan hidup dan kemampuan bersaing satu negara dalam persaingan pasar kerja. Survei telah membuktikan, negara-negara yang budaya literasinya tinggi berbanding lurus dengan kemampuan bangsa tersebut memenangi persaingan global, terutama dalam penguasaan ilmu dan teknologi, kehebatan ekonomi, serta sukses dalam persaingan pasar kerja.

Kalau begitu, jika bangsa Indonesia bisa merebut kemenangan dalam persaingan antarbangsa, yang semakin sengit dalam perebutan pasar kerja, mau tak mau harus merancang pendidikan yang bisa menaikkan indeks literasi. Salah satu cara menaikkan indeks literasi suatu bangsa adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran yang membiasakan anak-anak Indonesia punya kebiasaan membaca dan menulis; dan sebagai suatu gerakan kebangsaan, pembiasaan ini haruslah dimulai dari jenjang sekolah dasar.

Makna pembiasaan membaca di sekolah dasar juga menjadi bagian penting dalam kerangka penumbuhan budi pekerti melalui penumbuhan kecakapan berbahasa. Penumbuhan budaya literasi harus dimulai dari upaya pembiasaan gemar membaca menulis sebagai “langkah pertama” dalam satu masa pembentukan budaya literasi untuk mencapai “puncak” dari ketinggian peradaban bangsa.

Dalam kerangka itu pulalah, pada tanggal 18 Agustus 2015, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015 meluncurkan suatu gerakan penumbuhan budaya baca-tulis yang bertajuk “Gerakan Literasi Sekolah” dengan tema “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti”.

Langkah, cara, dan strategi penting untuk penumbuhan budaya baca tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015.Permendikbud yang menginisiasi kegiatan membaca limabelas menit bagi siswa sebelum masuk ke kelas mata pelajaran adalah bagian penting dari pemulaan penumbuhan budaya literasi bangsa.

Langkah yang sangat strategis dan penting dalam penumbuhan budi pekerti melalui bahasa adalah dengan membiasakan anak sekolah membaca buku-buku naratif yang memberi inspirasi dan semangat.

Dalam kerangka inilah, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengambil langkah strategis melalui program Gerakan Nasional Literasi Bangsa (GNLB) dengan sasaran anak sekolah dasar dan anak-anak seusia anak sekolah dasar di komunitas pegiat baca. Agar membaca dalam GNLB bukan sekadar membaca, maka inisiasi pembiasaan membaca perlu didorong melalui satu strategi membaca produktif, yaitu membaca tidak hanya untuk membaca, tetapi membaca untuk menghasilkan tulisan; dan inilah hakikat dari (budaya) literasi. Dengan cara ini, GNLB yang dirancang dan dilaksanakan dalam kurun waktu empat tahun (2016—2019) oleh Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, bersama Balai dan Kantor Bahasa di 30 provinsi di seluruh Indonesia, adalah melatih anak sekolah dan anak seusia sekolah dasar di komunitas pegiat baca membaca cerita naratif dan kemudian meringkaskan hasil bacaan dalam bentuk tulisan pendek yang sederhana.

Dengan pembiasaan membaca buku-buku naratif dan meringkas (kembali) narasi bacaannya, anak sekolah dasar dan anak-anak seusia sekolah dasar di komunitas baca, ada tiga mantaat penting yang bisa dicapai GNLB: (1) pembentukan kebiasaan membaca sejak usia dini, (2) peningkatan pemerolehan kosa kata sebagai bagian penting dari peningkatan kacakapan berbahasa (Indonesia), dan (3) pengasahan nalar pada anak sejak dini. Tiga capaian penting ini berkaitan erat dengan penumbuhan budi pekerti melalui “bahasa penumbuh budi pekerti”.

Dengan begitu, kegiatan membaca produktif diharapkan akan menjadi bagian penting dari upaya menaikkan budaya literasi sebagai tanda utama perabadan kecerdasan bangsa. Anak-anak Indonesia yang berbudaya literasi (tinggi) pada masa pertumbuhan kecerdasannya juga akan bisa bersaing dalam pasar kerja antarbangsa yang kini telah menjadi tantangan (dan ancaman) nyata bagi semua bangsa.

Pedoman yang disusun oleh Subbidang Modul dan Bahan Ajar, Bidang Pembelajaran, Pusat Pembinaan ini diharapkan menjadi bekal, rambu-rambu, atau tuntunan bagi pelaksanaan GNLB 2016—2019.


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada tahun 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan sebuah gerakan besar, yaitu Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Pemerintah menyadari bahwa setiap sekolah seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi siswa dan guru. Sekolah menjadi tempat nyaman jika siswa, guru, dan tenaga kependidikan di sekolah membiasakan sikap dan perilaku positif sebagai cerminan insan Pancasila yang berbudi pekerti luhur. Demikian juga halnya dengan lingkungan masyarakat. Pemerintah yang menjadi bagian dalam pendidikan karakter bangsa merasa harus ikut ambil bagian dalam gerakan ini bersama-sama dengan masyarakat menciptakan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berorientasi penumbuhan budi pekerti.

Budi pekerti ditumbuhkan dengan pembiasaan menerapkan nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan. Pembiasaan hal-hal baik yang ingin ditumbuhkan antara lain (1) internalisasi sikap moral dan spiritual dengan mampu menghayati hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dengan sikap moral untuk menghormati sesama makhluk hidup dan alam sekitar, (2) keteguhan menjaga semangat kebangsaan dan kebinekaan, dan (3) penghargaan terhadap keunikan potensi siswa untuk dikembangkan dengan mendorong siswa gemar membaca dan mengembangkan minat yang sesuai dengan potensi dan bakatnya untuk memperluas cakrawala pengetahuan di dalam mengembangkan dirinya sendiri.

Sejalan dengan itu, jauh sebelum Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 ditetapkan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 4 (5) pun telah menyatakankan bahwa mencerdaskan bangsa dilakukan melalui pengembangan budaya baca, tulis, dan hitung bagi segenap warga masyarakat.

Untuk menumbuhkan budi pekerti dan untuk menjalankan amanat mencerdaskan bangsa, pada tanggal 18 Agustus 2015, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah. Gerakan ini mengambil tema “Bahasa Penumbuh Budi Pekerti”. Untuk mewujudnyatakan gerakan pemerintah ini, diperlukan banyak dukungan dalam bentuk kegiatan senada. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan peran bahasa sebagai penumbuh budi pekerti, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melakukan Gerakan Nasional Literasi Bangsa (selanjutnya disingkat GNLB) dengan tema “menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat berbudaya baca-tulis serta cinta sastra” dan dengan moto “mari menjadi bangsa pembaca”

Gerakan ini dilakukan berdasarkan pemahaman bahwa belajar tidak hanya dilakukan di sekolah. Dengan dasar inilah kegiatan ini menjangkau tidak hanya siswa dan guru di sekolah, tetapi juga anak-anak dan pegiat di komunitas baca. Selain itu, GNLB ini juga didasari kesadaran untuk meningkatkan indeks literasi sekolah anak Indonesia dan menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa pembaca.

1.2 Landasan Hukum
Landasan hukum yang mendasari kegiatan ini adalah sebagai berikut.
  1. UUD 1945 amendemen Bab XV Pasal 36 tentang kedudukan bahasa Indonesia
  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
  4. UU Nomor 24 Tahun 2010 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia
  6. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan kegiatan GNLB dibagi ke dalam tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan Umum
Secara umum kegiatan ini bertujuan menciptakan ekosistem sekolah dan masyarakat yang berbudaya baca-tulis serta cinta sastra.

Tujuan Khusus
Kegiatan yang melibatkan sekolah dan komunitas baca ini bertujuan khusus menciptakan budaya literasi di sekolah dan budaya literasi masyarakat. Literasi sekolah bertujuan menciptakan ekosistem sekolah yang berbudaya baca-tulis. Literasi masyarakat bertujuan menciptakan lingkungan masyarakat yang berbudaya baca-tulis.

1.4 Ruang Lingkup
Kegiatan GNLB pada tahun 2016 ini dilaksanakan di 34 provinsi di Indonesia bagi siswa kelas IV, V, dan VI pada sekolah dasar model dan juga bagi anak-anak berusia 10-12 tahun yang tergabung dalam kelompok baca model.

Dalam kegiatan ini peran serta guru sangat diperlukan untuk mengondisikan siswa nyaman dan senang membaca cerita bermuatan budi pekerti sebelum kelas dimulai. Di samping itu, peran serta orang tua, aktivis kelompok baca, pegiat literasi, atau fasilitator juga dibutuhkan untuk mengarahkan anak-anak membaca cerita bermuatan budi pekerti.

1.5 Manfaat
Kegiatan ini diharapkan tidak hanya memberi manfaat pada pembiasaan hal-hal yang akan menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi sekolah literasi dan masyarakat literasi tetapi juga pada penumbuhan budaya baca tulis. Manfaat ini akan tampak dalam beberapa hal berikut:
a. tersedianya bahan literasi yang bersumber dari kearifan bangsa, yaitu bahan literasi yang bersumber dari cerita rakyat di semua wilayah Indonesia;
b. semakin banyak anak dengan budi pekerti yang terus tumbuh dengan tingkat literasi tinggi;
c. semakin banyak guru/pengajar yang mampu menumbuhkan budi pekerti siswa/peserta didiknya karena tingkat literasinya pun mengalami peningkatkan;
d. adanya sekolah dengan ekosistem literasi yang dapat menjadi model bagi sekolah lainnya;
e. adanya komunitas baca di masyarakat yang membangun budaya literasi sehingga komunitas baca itu menjadi model bagi komunitas baca lain dan masyarakat di tempat komunitas itu ada menjadi masyarakat yang berbudaya literasi; dan
f. adanya kegiatan yang membantu siswa, anak-anak, guru, dan pegiat komunitas baca untuk berbagi pengalaman terbaik agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang tinggi Literasinya.


Selengkapnya silahkan lihat atau download berkas mengenai Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa di bawah ini.

File Preview:

Pedoman Pelaksanaan GNLB (Gerakan Nasional Literasi Bangsa)



Download:
Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Literasi Bangsa 2016-2019.pdf
Sumber: http://www.kemdikbud.go.id 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel