Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender)

Berikut ini adalah berkas Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender). Buku ini diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal, Direktorat Pembinaan Masyarakat Tahun 2014. Download file format .pdf.

Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender)
Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender)

Keterangan:
Di bawah ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender).

Latar Belakang
Sekolah merupakan institusi utama bagi negara untuk menyiapkan generasi masa depan yang berkualitas. Sekolah memberikan kesempatan pada setiap pribadi untuk memperoleh pendidikan guna mengembangkan kompetensi pengetahuan, sikap, keterampilan, serta kreativitasnya. Pendidikan di sekolah menjadi proses terpenting yang harus dilewati dengan benar sehingga seseorang menjadi manusia dewasa dengan kompetensi intelektual, mental-spiritual, sosial, dan kecakapan hidup. Kedewasaan yang dicapai melalui pendidikan memberikan peluang agar setiap pribadi menjadi mandiri dan dapat memberikan sumbangan berharga bagi kehidupan secara lebih bermakna.

Pendidikan merupakan sarana strategis dalam menyiapkan generasi bangsa yang memiliki kualitas tinggi agar menjadi sumberdaya manusia yang handal dan kompetitif. Pendidikan memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan eksplorasi terhadap dunia dan mengelolanya agar menjadi lebih produktif; memiliki pemahaman tentang kehidupan sosial, ketekunan mengembangkan diri, sopan santun, menjadi lebih bermartabat; dan memberikan sumbangan untuk terbentuknya generasi masa depan yang memiliki kualitas yang tinggi. Setiap peserta didik, baik perempuan maupun laki-laki mendapatkan kesempatan yang adil dan setara dengan harapan tidak ada pihak yang dirugikan dan tertinggal.

Salah satu upaya pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yakni dengan melaksanakan Pengarusutamaan Gender (PUG) di bidang pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 84 Tahun 2008 tentang PUG dalam Bidang Pendidikan mengamanatkan agar setiap satuan unit kerja bidang pendidikan yang melakukan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, dan program pembangunan bidang pendidikan agar mengintegrasikan gender di dalamnya. Pengarusutamaan Gender dalam Bidang Pendidikan dipandang sebagai upaya strategis untuk mengenalkan, memahamkan, menyadarkan, mendorong, dan mewujudkan relasi gender yang berkeadilan dan berkesetaaraan dalam situasi yang serasi dan harmonis.

Implementasi keadilan dan kesetaraan gender di sekolah sangat perlu ditingkatkan agar memberikan layanan dan penjaminan bahwa semua warga negara (baik perempuan maupun laki-laki) memiliki kesempatan dalam mengakses pelayanan pendidikan, berpartisipasi aktif, dan mempunyai kontrol serta mendapat manfaat dari pembangunan pendidikan sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Implementasi tersebut dilakukan dengan kebijakan pengembangan sekolah responsif gender untuk mewujudkan prestasi akademik, pertumbuhan serta perkembangan sikap, dan penguasaan keterampilan dengan didukung atmosfir psikologi-sosial, lingkungan fisik, maupun lingkungan budaya masyarakat dengan berdasarkan kebutuhan spesifik anak laki–laki maupun perempuan secara seimbang.

Pengembangan sekolah responsif gender diharapkan mampu menjadi laboratorium budaya yang mempunyai peran untuk menyiapkan insan Indonesia cerdas dan mulia secara komprehensif melalui pola-pola relasi sosial yang saling mendukung dan menguntungkan bagi perempuan dan laki-laki. Hal tersebut mendukung misi ke-4 Kementerian Pendidikan Nasional sebagaimana tertuang dalam Renstra Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yaitu mewujudkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan. Untuk itu, pengembangan sekolah responsif gender diharapkan mampu meningkatkan kualitas sekolah secara berencana dan berkala dengan tetap bertumpu pada 8 (delapan) standar pendidikan nasional, yaitu standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan pengelolaan berbaisi sekolah.

Program pembangunan sekolah responsif gender dilakukan berdasarkan sejumlah ketetapan berikut.
  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
  2. Undang-Undang Otonomi Daerah Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah;
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan;
  4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 tahun 2006; 6. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional;
  5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 84 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan;

Tujuan dan Hasil
Tujuan pengembangan sekolah responsif gender ialah agar lembaga pendidikan lebih menjamin persamaan peran dan tanggungjawab perempuan serta laki-laki secara adil dan setara dalam memperoleh akses pelayanan pendidikan, berpartisipasi aktif secara seimbang, memiliki kontrol terhadap sumber-sumber pembangunan pendidikan, serta menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan pendidikan. Adapun tujuan buku ini yakni sebagai panduan satuan pendidikan dalam memhami hal-hal berikut. 
a. Konsep dasar dan standardisasi sekolah responsif gender.
b. Indikator sekolah responsif gender
c. Pelaksanaan sekolah responsif gender.
d. Monitoring dan evaluasi sekolah responsif gender.

Hasil yang secara umum dapat diperoleh dari buku ini yakni setiap pihak memiliki acuan pemahaman yang sama dalam menyikapi dan merespon kebijakan yang terkait dengan pengembangan sekolah responsif gender. Dengan demikian, setiap pihak memahami komponen yang digunakan sebagai acuan standardisasi, indikator, dan deskriptor pencapaiannya; sehingga semua pihak dapat menetapkan langkah-langkah kebijakan dan implementasi pengembangan sekolah responsif gender dengan parameter yang jelas.

Sasaran
Sasaran buku ini adalah pihak-pihak berikut.
  1. Pemegang kebijakan mulai dari tingkat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan, Unit Pelaksana Tingkat Daerah (UPTD), Pengawas Sekolah/Penilik, Kepala Sekolah.
  2. Pendidik dan tenaga kependidikan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
  3. Pemangku kepentingan, yaitu Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, yang relevan dengan pengembangan sekolah responsif gender.
  4. Masyarakat sekolah (orang tua peserta didik dan masyarakat umum).

Indikator Sekolah Responsif Gender
Pengertian
Pendidikan mengantarkan setiap pribadi mengembangkan kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, dan kreativitasnya secara optimal. Pendidikan menjadi proses terpenting yang harus dilampaui dengan benar dalam tumbuh kembang seorang anak menuju kedewasaan. Kedewasaan yang dicapai melalui dunia pendidikan memberikan peluang agar setiap pribadi tidak menjadi beban bagi pihak lain, dan sebaliknya ia dapat memberikan sumbangan berharga bagi kehidupan yang dijalaninya secara lebih bermakna.

Sekolah responsif gender adalah sekolah dikembangkan dengan (1) mengoptimalkan pencapaian prestasi akademik peserta didik, kecakapan sosial, keterampilan motorik; (2) tersedinaya dukungan lingkungan fisik maupun budaya masyarakat yang sehat, aman, dan nyaman; dan (3) terlayaninya kebutuhan spesifik peserta didik perempuan dan laki-laki secara seimbang. Pada sekolah responsif gender semua pihak ( tenaga pendidik, tenaga kependidikan, orangtua, tokoh dan anggota masyarakat di sekitarnya, peserta didik laki-laki dan perempuan) menyadari akan pentingnya keadilan dan kesetaraan gender. Oleh karena itu, praktik-praktik pendidkan dan pembelajaran di sekolah dilaksanakan setara dan adil gender. Sekolah responsif gender diharapkan mampu melayani kebutuhan dan membukakan kesempatan seluas-luasnya bagi perempuan maupun laki-laki untuk berkembang. Oleh karena itu, sekolah mengantarkan peserta didik tanpa deskriminasi jenis kelamin agar menjadi lebih terampil dan produktif.

Impelementasi gender dalam pendidikan harus dilandasi pemahaman yang tepat terhadap istilah tersebut. Gender seringkali didefinisikan secara sempit sebagai pemilahan manusia berdasarkan jenis kelamin (sex). Pemahaman ini perlu dibenahi, sebab pengertian gender mengacu secara luas, yakni pada konstruksi budaya yang dikembangkan manusia untuk memosisikan perempuan dan laki-laki dengan berkeadilan dan berkesetaraan dari segi psikologi, sosial, maupun material. Keadilan dan kesetaraan tersebut dikembangkan tanpa mengabaikan nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari nilai agama, nilai kearifan lokal, dan nilai-nilai kebangsaan.. Dengan demikian, laki-laki maupun perempuan mendapatkan manfaat pembangunan secara berkeadilan dan berketaraan.

Kesetaraan gender pada ranah sekolah diartikan sebagai situasi dan kondisi yang menyediakan peluang bagi semua peserta didik untuk mengembangkan kompetensi diri dan membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh pelabelan budaya (stereotype) yang dikonsep secara kaku. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama; tetapi hak, tanggung jawab, dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan. Adapun keadilan gender adalah keadilan dalam memperlakukan perempuan dan laki-laki sesuai kebutuhan mereka. Perlakuan diperhitungkan dengan ekuivalen dalam hal hak, kewajiban, kepentingan, dan kesempatannya (Unesco, 2002).

Pembangunan sekolah yang responsif gender dilakukan secara komprehensif dan menjadi pertimbangan bagi setiap pelaksana pendidikan. Dalam pengembangan sekolah responsif gender, seluruh elemen pendidikan diharapkan bersikap responsif gender sehingga lebih menjamin persamaan hak perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses pelayanan pendidikan, dapat berpartisipasi aktif secara seimbang, memiliki kontrol yang sama terhadap sumber-sumber pembangunan pendidikan, serta menikmati manfaat yang sama dari hasil pembangunan pendidikan. Sekolah bersinergi dengan berbagai institusi lain, para tokoh, dan masyarakat untuk memiliki komitmen yang sama terhadap pentingnya sekolah responsif gender. Dengan demikian, generasi mendatang baik laki-laki maupun perempuan akan tumbuh dan berkembang secara optimal serta berimbang, saling menghormati, saling mendukung, lebih mandiri, serta tidak membebani pihak yang lain. 

Isu-isu Gender
Pengertian
Isu gender adalah suatu kondisi ketimpangan yang dialami warga sekolah (peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan) dalam hal pemerolehan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat penyelenggaraan sekolah sebagai akibat dominasi salah satu kelompok jenis kelamin tertentu sehingga merugikan kelompok jenis kelamin yang lain. Kondisi buruk ini harus diatasi sehingga semua warga sekolah mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan diri, baik dari segi akademik, profesionalitas, dan personalitas. 

Isu Ketidaksetraan dan Ketidakadilan Gender di Lingkungan Sekolah
Indikator untuk menemukan dan mendeskripsikan isu ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender (KKG) dapat dilakukan berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatatif. Penemuan dan pendeskripsian dilakukan dengan menyediakan data terpilah gender. Data terpilah dan informasi terpilah berdasarkan jenis kelamin (sex disaggregated data) adalah data kuantitatif atau data kualitatif yang dikumpulkan dan dipresentasikan berdasarkan jenis kelamin warga sekolah laki-laki dan perempuan. Data dan informasi terpilah menggambarkan peran, kondisi umum dari laki dan perempuan dalam setiap aspek penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Misalnya angka yang menunjukkan jumlah, prestasi, partisipasi dalam pembelajaran/organisasi/kegiatan sekolah, hobi peserta didik perempuan dan laki-laki; jumlah pendidik, pimpinan sekolah, karyawan, kepala bagian, kepala subbagian tenaga kependidikan perempauan dan laki-laki; dan susunan pengurus komite sekolah perempuan dan laki-laki. Data terpilah gender tersebut untuk melihat disparitas maupun indeks paritas gender di lingkungan sekolah.

Isu-isu gender yang telah diketahui berdasarkan data kuantitatif menjadi pertimbangan dalam meningkatkan akses, partisipasi, kontrol, dan mutu yang dilakukan warga sekolah. Tabel berikut dapat digunakan sebagai panduan menghimpun berbagai rencana pembangunan sekolah baik pada tahap perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, maupun evaluasi sekolah responsif gender.

Adapun isu gender secara kualitatif dapat diidentifikasikan berdasarkan fakta-fakta keadilan dan kesetaraan yang berupa stereotipi, subordinasi, marginalisasi, beban ganda ataupun kekerasan berbasis gender. Stereotipi adalah pelabelan negatif pada diri seseorang pada jenis kelamin tertentu, misalnya perempuan dilabeli sebagai sosok yang emosional, cerewet, lamban; sebaliknya diuntungkan sebagi sosok yang rasional, cekatan, tegas, dan berani menghadapi tantangan. Adapun subordinasi memosisikan salah satu kelompok jenis kelamin sebagai ‘warga kelas dua’ sesudah kelompok yang lain. Misalnya, pemilihan ketua cenderung pada laki-laki sedangkan sekretaris lebih sesuai jika perempuan. marginalisasi menunjukkan bahwa perempuan terpinggirkan, posisi pejabat sekolah dipilih berdasarkan jenis kelamin tertentu (laki-laki) dan perempuan tidak diperhitungkan keberadaannya jika tidakm dalam situasi terpaksa. Adapun beban ganda adalah penyerahan tanggungjawab secara berlebihan pada salah satu pihak. Misalnya, dalam diskusi kelompok peserta didik perempuan ditugasi untuk berpikir, seklaigus menulis hasil diskusi, menulis laporan, dan menyerahkan kepada guru; sedangkan peserta didik laki-laki hanya berpartisipasi dalam diskusi saja.

Pelaksanaan Sekolah Responsif Gender
Penguatan Kelembagaan SRG

Pengertian Penguatan Kelembagaan SRG
Penguatan kelembagaan SRG dapat diartikan sebagai upaya pengembangan, pemberdayaan, dan penguatan komponen institusi sekolah untuk mendukung dan mengoptimalkan (1) pencapaian prestasi akademik peserta didik, kecakapan sosial, keterampilan motorik; (2) tersedinaya lingkungan fisik maupun budaya masyarakat yang sehat, aman, dan nyaman; dan (3) terlayaninya kebutuhan spesifik peserta didik perempuan dan laki-laki secara seimbang. Pada sekolah responsif gender semua pihak ( tenaga pendidik, tenaga kependidikan, orangtua, tokoh dan anggota masyarakat di sekitarnya, peserta didik laki-laki dan perempuan) menyadari akan pentingnya keadilan dan kesetaraan gender.

Tujuan Penguatan Kelembagaan SRG
Tujuan penguatan kelembagaan sekolah responsif gender yakni seperti berikut.
a. Terbentuknya Kelompok Kerja Gender dan Gender Focal Point pada lembaga sekolah.
b. Tersusunnya perencanaan dan penganggaran sekolah yang responsif gender.
c. Tersosialisasikannya program sekolah responsif gender pada peserta didik, tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan, dan masyarakat (orang tua/wali murid).
d. Terlaksanakannya program kegiatan sekolah responsif gender.
e. Telaksanakannya program kegiatan monitoring dan evaluasi sekolah responsif gender berdasarkan indikator yang telah ditetapkan.

Strategi Penguatan Kelembagaan SRG
Strategi yang ditempuh untuk melaksanakan penguatan kelembagaan sekolah responsif gender yakni sebagai berikut.

a. Pendampingan (Advokasi) dan Fasilitasi
Pendampingan dan fasilitasi dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan wawasan anggota/calon anggota Satuan Petugas (Satgas) Gender tentang kesetaraan dan keadilan gender yang akan berdampak pada perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku warga sekolah agar responsif gender. Pendampingan diprogramkan melalui kegiatan orientasi bagi Satgas dan sosialisasi bagi warga sekolah dalam bentuk misalnya, seminar, diskusi panel, sarasehan, konsultasi, dan focus group discussion (FGD), dan workshop. Kegaiatan dijadwalkan dengan alokasi waktu teretntu dan dengan hasil yang terukur.

b. Pemetaan Potensi dan Kelompok Kerja (Pokja) Gender
Pemetaan potensi dimaksudkan untuk menghimpun informasi tentang peta sumberdaya manusia, sarana dan prasarana pendukung untuk mewujudkan sekolah responsif gender. Hasil pemetaan sarana dan prasarana dimaksudkan untuk memetakan kondisi awal sekolah sebagai titik totak pengembangan program sekolah responsif gender. Adapun pembentukan Satgas Gender dimaksudkan agar sekolah memiliki tim sumber daya dan juru bicara (gender focal point) yang handal dalam pengembangan sekolah responsif gender. Satgas gender menjadi tumpuan untuk memberikan penjaminan keberlangsungan dan keberlanjutan program sekolah responsif gender. Satgas gender sekaligus bertanggungjawab untuk menyediakan informasi bagi warga sekolah dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi sekolah responsif gender. Komposisi Pokja Gender dapat disusun dengan komposisi sebagai berikut.
  1. Ketua
  2. Wakil Ketua
  3. Sekretaris
  4. Bendahara
  5. Tim Pengembang (Misalnya: Perencanaan dan Anggaran Sekolah, Gender Focal Point, Perangkat Pembelajaran, Media Komunikasi Informasi)

Pengembangan Materi dan Media KIE tentang KKG
Pengembangan materi dan media KIE dimaksudkan untuk dimasudkan untuk menyiapkan segala kebutuhan informasi dan media KIE terkait keadilan dan kesetaraan gender serta implementasinya dalam program sekolah responsif gender. Materi dan media yang disiapkan misalnya dalam wujud buku, majalah, jurnal ilmiah, contoh perangkat pembelajaran responsif gender, data sekolah yang terpilah gender, contoh perencanaan dan penganggaran responsif gender, gambar, poster, iklan layanan sosial, film, dan brosur. Bahan dan media tersebut disediakan bagi warga sekolah sesuai dengan peran dan tugas masing-masing.

Pengembangan Jaringan/Sistem Informasi
Pengembangan jaringan/sistem informasi bertujuan untuk menjalin komunikasi dengan lembaga pemerintah atau institusi lain yang terkait untuk saling bertukar informasi dan melaksanakan hubungan kerja sama untuk mendukung program sekolah responsif gender. Pertukaran informasi dan kerjasama dapat dilakukan misalnya dengan melaksanakan kegiatan diskusi berkala, seminar, pertukaran sumber bacaan.

Pengembangan Sistem Evaluasi
Pengembangan sistem evaluasi memiliki peran yang sangat penting yakni untuk melakukan pengukuran tingkat keberhasilan pengembangan sekolah responsif gender. Evaluasi dilaksanakan berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Evaluasi dapat dilakukan pada tengah (pelaksanaan perencanaan dan penganggaran sekolah) dan akhir tahun. Alat evaluasi yang digunakan dapat diperiksa pada buku Standar Sekolah Responsif Gender.

Materi Penguatan Kelembagaan SRG
Materi penguatan kelembagaan mencakup hal-hal berikut.
a. Konsep Dasar Gender.
b. Kebijakan pengarusutamaan gender p[ada satuan pendidikan.
c. Isu-isu gender di lingkungan satuan pendidikan.
d. Implementasi pengarusutamaan gender pada satuan pendidikan.

  1. Pemebentukan Kelompok Kerja dan Gender Focal Point pada Satuan Pendidikan.
  2. Penyusunan dan Implementasi Program Kerja
  3. Monitoring dan Evaluasi.
  4. Pelaporan
  5. Mitra dalam Penguatan Kelembagaan SRG
Pihak-pihak yang dapat dipilih sebagai mitra dalam implementasi keadilan dan kesetaraan gender di lingkungan sekolah yakni sebagai berikut.
a. Kelompok Kerja dan Gender Focal Point pada Dinas Pendidikan Dasar dan Mmenengah di Provinsi/Kabupaten/Kota.
b. Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KP3A) di kabupaten/Kota.
c. Pusat Studi Wanita/Gender di Perguruan Tinggi.
d. Tokoh masyarakat dengan kompetensi yang relevan.

Langkah-Langkah Pelaksanaan SRG
Pelaksanaan sekolah responsif gender dilakukan dalam empat langkah berikut.

1. Perencanaan SRG
a. Pembentukan Satuan Petugas (Satgas)/Kelompok Kerja (Pokja) Gender Sekolah 

b. Orientasi Program Sekolah Responsif Gender; kegiatan orientasi dilakukan dengan tujuan untuk membuka wawasan, menanamkan sikap, serta perilaku positif warga sekolah terkait program sekolah responsif gender. Berikut adalah tabel yang berisi panduan pelaksanaan kegiatan orientasi wawasan gender bagai warga sekolah

c. Analisis Kondisi Sekolah (Program Kegiatan yang Sudah dan Belum Sesuai Indikator)
Analisis kondisi awal dilakukan dengan tujuan memetakan kondisi sekolah pada awal program sekolah responsif gender. Analisis dilakukan dengan berpedoman pada rubrik yang berisi indikator sekolah responsif gender (Periksa Bab II dan Buku Standar Sekolah Responsif Gender). Dengan demikian akan diperoleh informasi kondisi awal sekolah terkait program-program yang telah atau belum tercapai. Hal ini sebagai titik tolak untuk menyusun perencanaan dan penganggaran sekolah dengan mengintegrasikan aspek gender. 

d. Penyusunan Perencanaan Dan Anggaran Sekolah Responsif Gender Satgas dipandu Kasek menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah Responsif Gender

Sosialisasi Program Sekolah Respopnsif Gender
Hasil penyusunan perencanaan dan penganggaran sekolah selanjutnya disosialisasikan kepda pihak-pihak yang relevan, yakni pimpinan sekolah, dewan guru, dan komite sekolah. Tujuan sosialisasi yaitu membangun akases informasi pada pihak-pihak terkait, menanamkan pemahaman tugas dan tanggung jawab masing-masing pihak agar dapat

Monitoring dan Evaluasi 
Berpartisipasi dan melakukan kontrol, dan memetik manfaat program sekolah responsif gender. Kegiatan sosialisasi dapat dilakukan oleh Satgas Program Sekolah Responsif Gender dan dapat bekerja sama dengan Kantor KP3A Kabupaten/Kota, Pokja Gender Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Provinsi. Kegaiatan dapat dilakukan dalam bentuk ceramah dan pelatihan.

Pelaksanaan Pogram Sekolah Responsif Gender
Pelaksanaan program sekolah responsif gender melibatkan semua jajaran sekolah. 

Monitoring Dan Evaluasi
Pengertian dan Tujuan
Monitoring merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi untuk mengetahui tingkat kemajuan dan kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pencapaian tujuan program sekolah responsif gender. Adapun evaluasi ialah proses pengolahan data dan informasi yang dikumpulkan selama proses pelaksanaan dan pada akhir kegiatan program sekolah responsif gender untuk menetapkan tingkat keberhasilan tujuan program sekolah responsif gender berdasarkan indikator yang telah ditetapkan. Monitoring dilakukan secara terencana, berujuan untuk memberikan umpan balik, menyeluruh, objektif (menghimpun data yang sahih) serta kritis, dan berkesinambungan, dan bermanfaat.

Secara lebih rinci tujuan monitoring adalah seperti berikut. 
  1. Mengumpulkan data dan informasi tentang kemajuan pelaksanaan program atau ketercapaian tujuan SRG.
  2. Mengidentifikasi dan mendeskripsi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program SRG.
  3. Memberikan masukan-masukan atau umpan balik tentang metode dan materi yang tepat untuk mencapai tujuan program SRG.
  4. Menyampaikan pernyataan untuk memberikan gambaran penilaian terhadap pencapaian hasil, baik pada tengah maupun akhir kegiatan.

Adapun tujuan evaluasi yakni menganalisis data dan informasi sebagai dasar penyusunan laporan hasil penilian terhadap program SRG (pencapaian tujuan, output, outcomes). Laporan tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dan penganggaran program lanjutan.

Fungsi Monitoring dan Evaluasi
  1. Fungsi Ketaatan (Compliance); Monitoring dan evaluasi digunakan untuk menghimpun informasi tentang ketaatan seluruh pelaksana dalam proses pelaksanaan perencanaan dan penganggaran program sekolah responsif gender yang telah ditetapkan.
  2. Fungsi Pemeriksaan (Auditing); Monitoring dan evaluasi berfungsi untuk memeriksa dan menetapkan tingkat penggunaan layanan dan sumber bagi kelompok sasaran.
  3. Fungsi Pelaporan (Accounting); Monitoring dan evaluasi berfungsi untuk menyampai laporan kemajuan pada pertengahan pelaksanaan kegiatan dan hasil perubahan yang responsif gender.
  4. Fungsi Penjelasan (Explanation); Monitoring dan evaluasi berfungsi untuk memberikan penjelasan atau yang telah dipilih dalam pelaksanaan program sekolah responsif gender.

Prinsip-prinsip Monitoring dan Evaluasi SRG
Monitoring dan evaluasi SRG dilakukan dengan prinsi-prinsip berikut.
  1. Dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Tepat waktu.
  3. Sederhana.
  4. Transparan.

Adapun pelaporan evaluasi dapat dilakukan dengan format berikut.

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan

BAB II PELAKSANAAN PROGRAM SRG
A. Pelaksanaan Program
B. Pencapaian Indikator Kinerja SRG

BAB III EVALUASI KETERCAPAIAN PROGRAM
A. Hasil-hasil Kegiatan (Output dan Outcomes)
B. Kendala Pelaksanaan Program
C. Solusi

BAB IV REKOMENDASI
Diisi dengan saran-saran kepada pihak terkait untuk mendukung keberhasilan SRG.

BAB V PENUTUP
Diisi dengan kesimpulan atas semua SRG yang telahdilaksanakan.

Penutup
Buku Panduan Sekolah Responsif Gender dapat dimanfaatkan sekolah, khususnya dalam upaya mengintegrsikan pengarusutmaan gender dalam implementasi standar nasional pendidikan. Dalam buku ini ditambahkan dua standar yang lain, yakni peserta didik sebagai salah satu subjek penting dalam penyelenggaraan sekolah dan peran serta masyarakat yang diharapkan mendukung pembangunan sekolah responsif gender.

Upaya pengarusutamaan gender pada institusi sekolah merupakan tugas dan tanggung jawab bersama untuk menuju perubahan budaya masyarakat agar hasil-hasil pembangunan dapat dinikamati dengan berkeadilan dan berkesetaraan gender. Dengan demikian, setiap individu dapat berkembang kompetensi akademik, sikap, dan keterampilannya sehingga menjadi sumberdaya yang handal dan kompetitif baik nasional maupun global. 

Selengkapnya silahkan lihat atau download berkas mengenai Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender) di bawah ini.

File Preview:

Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender)



Download:
Indikator Sekolah Responsif Gender (Buku 5 Pengarusutamaan Gender) - Indicators of Gender Responsive School.pdf
Sumber: http://www.paud.kemdikbud.go.id

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel